kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Bunga Fintech Lending Seharusnya Maksimal 25% Per Tahun


Jumat, 13 Oktober 2023 / 21:14 WIB
Pengamat: Bunga Fintech Lending Seharusnya Maksimal 25% Per Tahun
ILUSTRASI. OJK akan segera menerbitkan aturan baru terkait batasan bunga fintech peer to peer (P2P) lending. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera menerbitkan aturan baru terkait batasan bunga pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending. 

Terkait hal itu, Pengamat sekaligus Direktur Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bunga maksimum dari fintech P2P lending itu seharusnya tidak terlalu berbeda jauh dengan bunga Kredit Tanpa Agunan (KTA) perbankan yang mana besarannya 10% sampai 25% per tahun. 

"Jadi, 25% per tahun itu paling maksimum. Kalau sekarang fintech sampai 144% per tahun meskipun tenor pendek itu dianggap terlalu tinggi," ucapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (13/10).

Bhima menyampaikan seharusnya besaran bunga untuk sektor produktif bisa lebih rendah. Sebab, rata-rata bunga produktif itu sekitar 10% sampai 15%. Menurutnya, harus bisa di bawah itu. 

Baca Juga: PPATK: Ada Dugaan Aliran Dana dari Pinjol Legal untuk Deposit Judi Online

"Mungkin 15% itu juga sudah maksimum dan sudah sangat tinggi untuk sektor produktif," katanya.

Bhima menerangkan hal itu seharusnya bisa direalisasikan karena tujuan awal dibentuknya fintech lending untuk mendorong pembiayaan di sektor produktif dan informal yang kesulitan mendapatkan pembiayaan dari lembaga formal. Jadi, seharusnya menciptakan kompetisi di sisi bunga yang lebih murah dan terjangkau.

Terkait biaya lainnya, Bhima menjelaskan untuk saat ini biaya asuransi yang diklaim perusahaan fintech terbilang cukup besar. Dia berpendapat biaya asuransi itu seharusnya yang menanggung adalah pemilik dana atau lender-nya. 

"Jadi, bukan dibebankan kepada borower. Kalau ada sharing cost untuk pembayaran premi asuransi, seharusnya tidak sebesar itu. Sebesar 100% dari pokok pinjaman terlalu tinggi," ujarnya.

Menurut Bhima, biaya layanan perlu lebih transparan. Dia menyebut transparansi dari biaya layanan harus dicantumkan di depan, terutama pada saat adanya kontrak antara peminjam dengan platform fintech. Dia mengatakan harus dijelaskan juga struktur biaya layanannya apa saja. Selain itu, harus ada pembatasan biaya layanan, misalnya maksimum 5% dari pokok pinjaman. 

Baca Juga: Ada Batasan dari OJK, Bunga Pinjol Bisa Layu

Sebagai informasi, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan mengatakan aturan baru terkait besaran bunga pinjol tersebut kemungkinan akan terbit pada tahun ini.

"Secepatnya. Diusahakan (tahun ini)," ucapnya di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (12/10). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×