Reporter: Puspita Saraswati | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bukan kali pertama Jiwasraya mengalami kesulitan likuiditas. Indra Caturaya Situmeang, mantan Direktur Teknik dan Pertanggungan Jiwasraya periode 2008-2013 mengatakan terdapat gap yang cukup jauh antara nilai kekayaan dengan kewajiban yang harus dibayarkan pada masa awal kepengurusannya.
“Ada gap antara nilai kekayaan dan kewajiban Jiwasraya dengan nilai sekitar Rp 6 triliun–Rp 7 triliun yang baru terlihat di awal tahun 2008,” katanya saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/10).
Indra mengatakan jika nilai tersebut merupakan akumulasi kerugian dari kepengurusan sebelumnya. “Hingga permasalahan ini sampai ke Kementerian BUMN dan Menteri BUMN saat itu Sofyan Djalil mengatakan ‘open the red carpet’ sehingga terlihat nilai kerugian sebenarnya Rp 6 triliun-Rp 7 triliun,” ungkapnya.
Untuk mengatasi kerugian Jiwasraya kala itu, Indra bilang manajemen melakukan pembersihan pada produk-produk asuransi yang menyebabkan sektor-sektor asuransi yang mengalami bleeding atau jadi sumber kerugian perusahaan.
Indra berpendapat, permasalahan yang dialamai Jiwasraya kali ini setidaknya bisa dimitigasi dengan menerapkan etika aktuaria dalam menjalankan kontrol.
“Produk saving plan ini disetujui tahun 2012 dan baru dipasarkan di tahun 2013 dengan strategi penempatan investasi ada di deposito, juga obligasi pemerintah dengan jaminan return 15%, evaluasi produk saving plan sangat diperlukan ketika melihat kondisi perekonomian di tahun 2018 yang jauh berbeda dengan tahun 2013. Sehingga diperlukan adanya control cycle dari aktuaris,” tambahnya.
Indra bilang, dengan memperkuat segi SDM, Jiwasraya dianggap mampu memperbaiki kondisi saat ini.
“Perusahaan membutuhkan the right people in the right place, maka perlu diperkuat dari segi SDM-nya seperti Aktuaris, Satuan Pengawas Internal (SPI), dan Manajer Risiko,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News