Reporter: Galvan Yudistira, Issa Almawadi, Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Harga komoditas, terutama migas yang kian terperosok boleh jadi membuat kalangan perbankan ketar-ketir. Sebab, kejatuhan harga bisa berujung pada kredit macet debitur sektor pertambangan.
Tengok saja harga minyak dunia yang turun tajam sepanjang tahun 2016. Hingga Selasa (9/2) pukul 20.53 WIB, harga kontrak minyak WTI bulan Maret 2016 sudah tengkurap di level US$ 29,50 per barel. Angka ini turun 21,63% dari posisi akhir tahun 2015 di level US$ 37,64 per barel.
Kesinambungan bisnis pertambangan pun terancam. Ujungnya, kredit bermasalah bisa naik. Sebagai contoh, hingga November 2015, total kredit macet sektor pertambangan dan penggalian perbankan di kelompok BUKU IV berjumlah Rp 2,15 triliun, naik dari akhir 2014 lalu yang hanya Rp 847 miliar. Padahal jumlah kredit yang disalurkan turun dari semula Rp 63,21 triliun menjadi Rp 53,39 triliun
Sebagai anggota Bank BUKU IV, Bank Negara Indonesia (BNI) menyatakan tidak mau gegabah meloloskan proposal kredit dari industri migas. "Kalau tahun ini ya tentu hati-hati dan selektif," kata Suhardi Petrus, Sekretaris Perusahaan BNI kepada KONTAN, Selasa (9/2).
Menurut Suhardi, BNI memang tidak punya banyak eksposur ke sektor migas. Dia mengungkapkan, saat ini porsi kredit ke migas tidak lebih dari 3% dari total kredit yang telah dikucurkan BNI. Kredit migas BNI banyak didominasi kredit ke Pertamina dan Medco. "Selama ini tidak ada masalah," ujar dia.
Lebih berhati-hati
Tidak jauh berbeda, Bank Permata yakin potensi kenaikan kredit macet (NPL) akibat rontoknya harga minyak dunia relatif kecil. Direktur Wholesale Bangking Bank Permata Anita Siswadi bilang, walaupun tidak memiliki eksposur langsung, Bank Permata memiliki kredit ke sektor pendukung industri migas seperti kontraktor, sewa tangker jangka panjang dan dari pemiliki proyek minyak terkemuka. Jumlah eksposur kredit ini masih di bawah 2% dari total kredit.
“Kami melihat dengan turunnya harga minyak, maka permintaan nasabah kami untuk pinjaman belanja modal sangat minim,” ujar Anita kepada KONTAN, Selasa, (9/2).
Menurut Anita, kredit macet sektor minyak dan gas Bank Permata sampai Desember 2015 hanya menyumbang 0,2% terhadap keseluruhan NPL Bank Permata.
Setali tiga uang, Bank CIMB Niaga pun mulai membatasi penyaluran kredit ke sektor migas masih sesuai dengan risk appetite perusahaan. Untuk menjaga risiko kredit bermasalah, bank asal Malaysia ini memonitor kondisi nasabah dan akan melakukan restrukturisasi dan reconditioning bila dianggap perlu.
"Eksposur relatif rendah terhadap total kredit," ujar Direktur Keuangan dan Strategis Bank CIMB Niaga Wan Razly Abdullah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News