Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepertinya benar-benar gerah dengan perusahaan asuransi dalam negeri yang membuang premi ke luar negeri. Seperti, premi dari risiko-risiko asuransi kesehatan, kendaraan bermotor, kecelakaan diri, suretyship, kredit dan asuransi jiwa. Tidak kurang dari 50% premi asuransi dengan risiko rendah ini terbang sia-sia ke luar negeri.
Padahal, Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK mengatakan, premi dari lini asuransi yang tergolong simple risk ini bisa diserap oleh perusahaan reasuransi dalam negeri. Bahkan, pemanfaatan kapasitas reasuransi dalam negeri cuma 10% dan sisanya terbuang sia-sia.
Untuk membenahi dan mengurangi defisit neraca pembayaran dari asuransi, pemerintah menginisiasi reasuransi raksasa. Tidak hanya itu, ada juga joint capacity Indonesia Professional Reinsurers (IPR). Mereka akan dirating dan memiliki kapasitas yang besar.
“Kami juga akan terbitkan aturannya. Seperti, target treaty dari 10% menjadi 50% dan mewajibkan risiko-risiko tertentu ditempatkan di dalam negeri. Intinya, optimalkan dulu di dalam negeri. Jadi, tidak ada alasan buang premi ke luar lagi. Kalau masih tidak mau, kami copot direksinya. Biar direksinya tidak bisa kerja lagi di industri asuransi,” tegas Firdaus.
Ketentuan ini, sambung dia, berlaku untuk seluruh pelaku usaha perasuransian, baik jiwa maupun umum. Termasuk juga, perusahaan asuransi swasta nasional dan patungan (joint venture). Asal tahu saja, selama ini, perusahaan asuransi banyak beralasan kapasitas reasuransi dalam negeri tidak cukup besar untuk menampung risiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News