Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bankir sepakat tahun ini marjin bunga bersih bakal kembali mengalami tren penurunan. Penurunan bunga acuan tahun lalu, dan masih ketatnya likuiditas jadi pemicunya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri mencatat sepanjang 2019, marjin bunga bersih perbankan tercatat tak pernah mencapai 5%. Padahal sejak 2015 rasionya berhasil dijaga di atas 5%. Adapun rasio terendah terjadi pada Februari 2019 lalu sebesar 4,81%.
Baca Juga: Tingkatkan validasi identitas pengguna uang elektronik, LinkAja gandeng Dukcapil
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Roye Tumilaar menjelaskan perebutan likuiditas akan jadi pemberat utama makin tipisnya marjin yang bakal diterima bank.
“Kalau likuiditas bagus NIM harunya baik. Namun, kalau semua berebut deposito di pasar, pengaruhnya memang akan terkena ke NIM. Makanya kami juga bakal menjaga cost of fund yang baik termasuk DPK,” katanya pekan lalu.
Meski demikian, Royke bilang, bank berlogo pita emas ini masih optimistis bias meraih NIM di kisaran 5,5% tahun ini. Maklum, meskipun secara industri merosot, marjin di bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 memang tercatat masih kokoh. per Oktober 2019 lalu masih berada di level 5,47%.
“Tapi untuk antisipasi, kami juga akan mendorong pendapatan komisi, karena tahun ini NIM pasti akan lebih tertekan,” sambungnya.
Baca Juga: Ini Strategi Bank untuk Menderaskan Penyaluran KPR
Hingga kuartal III-2019 lalu, marjin bunga bersih Bank Mandiri tercatat sebesar 5,49% menurun tipis 3 bps (yoy) dibandingkan kuartal III-2018 sebesar 5,52%.
BUKU 4 lainnnya yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga masih optimistis marjin bunga bersih perseroan bakal dijaga di atas 5%. Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja bilang bakal mendorong penyaluran kredit yang masih punya potensi baik
“Tahun lalu masih di atas 5%, bahkan mendekati 6%. NIM ini sebenarnya sulit diprediksi karena banyak faktornya, belum lagi tiap segmen kredit juga bunganya berbeda, ini akan tergantung sektor kredit apa yang Masih akan tinggi bunganya,” kata Jahja.
Segmen UMKM, dan ritel ia bilang tahun ini masih punya peluang mendongkrak NIM. Adapun segmen korporasi, dan kredit pemilikan rumah (KPR) disebutnya bakal stagnan.
Baca Juga: Perketat supervisi, OJK akan mereformasi aturan dan pengawasan industri asuransi
Adapun per kuartal III-2019 lalu sejatinya masih sangat besar yaitu 6,2%, meningkat 1 bps (yoy) dibandingkan kuartal III-2018 sebesar 6,1%.
Sementara nada pesimistis disampaikan oleh anggota BUKU 3. Presiden Direktur PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) Hariyono Tjahrijadi bilang tahun ini akibat persaingan likuiditas marjin bunga bersih perseroan bakal dipastikan tergerus.
Ini juga bakal melanjutkan tren yang terjadi tahun lalu. Per kuartal III-2019 perseroan mencatat penurunan rasio 67 bps (yoy) menjadi 3,46% dibandingkan kuartal III-2018 sebesar 4,12%.
“Ke depan NIM akan terus tergerus. Namun kami akan meningkatkan pendapatan komisi agar profitabilias kami dapat terjaga,” katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (19/1).
Pendapatan komisi perseroan akan didorong melalui peningkatan kanal pembayaran elektronik alias e-channel. Hariyono juga bilang selain mendorong pendapatan komisi, strategi ini juga diharapkan menopang pertumbuhan dana murah alias current acconut and saving account (CASA) perseroan yang ditargetkan bisa mencapai 30%-35% tahun ini.
Baca Juga: Sekitar 99% debitur BTPN Syariah adalah perempuan, ini alasannya
Pesimisme serupa juga disebut oleh Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) Parwati Surdaujaja. Rasio perseroan memang tercatat anjlok 27 bps (yoy) dari 4,19% pada kuartal III-2018 menjadi 3,92% pada kuartal III-2019.
“Tahun lalu pertumbuhan kredit BUKU 3 memang jauh di bawah harapan karena kondisi makro nasional. Tahun ini kami masih optimistis khususnya untuk manufaktur dan UMKM. Sementara NIM kecenderungannya masih akan menurun dibandingkan tahun lalu di kisaran 4%,” katanya.
Dari catatan OJK, rasio BUKU 3 memang tercatat paling merosot dalam sebesar 24 bps. Dari 4,22% pada Oktober 2018 menjadi 3,98% pada kuartal III-2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News