Reporter: Galvan Yudistira, Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang, Nina Dwiantika, Sinar Putri S.Utami, Yuwono Triatmodjo | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Nama Harry Suganda mendadak tenar, khususnya di lingkungan industri perbankan Tanah Air. Ketenarannya tidak datang dari prestasi cemerlang, namun justru karena pria keturunan India itu membobol dana tujuh bank senilai Rp 836 miliar bermodus penarikan kredit modal kerja berbekal dokumen purchase order (PO) fiktif, lewat perusahaan miliknya PT Rockit Aldeway. Perusahaan ini merupakan produsen batu split.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Mabes Polri menyebut, dari total dana yang ditilap Harry, sebanyak Rp 398 miliar merupakan duit bank pelat merah, dan Rp 438 milik bank swasta. Harry sendiri sudah dibekuk. Tim Bareskrim berhasil membekuknya di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta.
"Suasananya tegang, karena yang bersangkutan terkejut atas upaya paksa yang kita lakukan. Dia berdalih masalahnya sudah diselesaikan disidang penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU)," kata Agung Setya, Direktur Tipideksus Bareskrim Polri saat ditemui KONTAN di kantornya, Rabu (15/3).
Dari dokumen yang diperoleh KONTAN, korban kejahatan Harry berjumlah total 32 pihak, terdiri dari institusi dan perseorangan. Adapun tujuh bank yang menjadi korbannya adalah PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Commonwealth, PT Bank Muamalat Tbk, HSBC Indonesia, PT Bank Ekonomi Raharja Tbk dan PT Bank QNB Kesawan Tbk (lihat tabel).
Tak banyak yang mengenal sosok Harry. Posisi terakhir dia adalah direktur utama dan juga pemegang 99% saham Rockit. Sisa saham 1% dipegang Dewi Suganda, wanita berusia 46 tahun yang juga Komisaris Rockit.
Dari dokumen yang dimiliki KONTAN, Dewi tercatat menyandang gelar S1 dari Universitas La Trobe, Melbourne Australia. Sementara Harry merupakan alumnus University of Massachusettsat Amherst. Karier di sektor keuangan pun telah Harry lakoni.
Sejak 1996-2002, Harry berkarier di HSBC Indonesia. Berbagai jabatan mulai dari corporate dealer treasury hingga manager fixed income & forex sales, pernah diembannya. Maka tak heran jika aksi yang dijalankan Harry membobol tujuh bank berjalan mulus.
Kredit Fiktif
Modus pengajuan kredit modal kerja berbekal 10 berkas PO fiktif Rockit yang dikendalikan Harry memang efektif menggasak ratusan miliar rupiah dana bank. Bareskrim menangkap seseorang oknum bankir berinisial "D" yang ditahan karena ikut memuluskan aksi kejahatan Harry. Dari aksinya, oknum D memperoleh imbalan Rp 700 juta dari Harry.
Setelah memperoleh kredit sekitar tahun 2015, di tengah perjalanan Rockit dan Harry mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) secara sukarela bernomor 106/PKPU/2015/PN JKT.PST pada tanggal 28 Desember 2015.
Selang sehari, 29 Desember, sidang pertama PKPU langsung digelar dan majelis hakim langsung memutus dengan mengabulkan permohonan PKPU Rockit dan Harry. Majelis hakim pun lantas menetapkan keduanya dalam keadaan PKPU sementara, selama 45 hari dan menunjuk Yana Supriatna sebagai pengurus PKPU.
Di tengah perjalanan, muncul kreditur baru Rockit bernama Trilium Global Pte Ltd yang mengaku memiliki tagihan senilai Rp 1,02 triliun. Tak banyak informasi mengenai Trillium yang baru berdiri pada tahun 2012 silam. Perusahaan yang bergerak dibidang investasi itu berdomisili di Negeri Merlion, Singapura.
Hingga akhirnya akta perdamaian tidak disepakati dan voting para kreditur akhirnya memutuskan Rockit dipaksa menutup perusahaannya alias pailit pada 9 Februari 2016. Profil Trilium yang masih menjadi misteri, memiliki andil besar dalam kelancaran pailit Rockit.
Namun, pihak Bareskrim mencium ada aroma tidak sedap soal keberadaan Trilium. "Kami mendapatkan dan keterangan sejumlah pihak, terkait Trilium. Ternyata perusahaan itu terafiliasi dengan tersangka sendiri (Harry Suganda)," tandas Agung.
Bareskrim terus melakukan pengembangan pemeriksaan dan telah memeriksa 43 saksi, termasuk dari kalangan bankir yang menjadi korban. Namun Agung belum bisa menyampaikan apakah Bareskrim sudah menetapkan tersangka baru.
Di sisi lain, Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menyatakan terus berkoordinasi dengan pihak Bareskrim untuk mengungkap kasus ini. "PPATK juga sedang menyelesaikan analisis kami mengenai Rockit. Terkait info lengkapnya saya belum bisa menyampaikan karena proses masih berjalan," tandas Dian.
Langkah perbankan
Agung menyatakan, pihaknya memulai pemeriksaan kasus Rockit pasca mendapat laporan dari empat bank yang menjadi korban. Laporan terakhir diterima Bareskrim pada Februari 2017.
Manajemen Bank Mandiri yang menjadi salah satu kreditur Rockit telah melaporkan Harry dan Rockit ke polisi pada sekitar bulan September-Oktober 2016.
Total nilai utang Rockit dan Harry ke Bank Mandiri mencapai Rp 249,32 miliar. Adapun total nilai tagihan seluruh kreditur tak kurang dari Rp 1,89 triliun.
"Saat ini, Alhamdullilah, Bank Mandiri sudah bisa meng-cover sebesar 80% dari total jaminan. Jika ditotal, kami memperkirakan kerugian Mandiri dalam kasus Rockit, sebesar 20% dari total kredit yang diberikan," terang Rohan Hafas, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri. Dia berharap, seiring dengan proses hukum yang sedang berjalan, nilai kerugian Bank Mandiri dalam kasus ini bisa lebih kecil.
Rohan juga berharap vonis pailit Rockit bisa dibatalkan, setelah Bareskrim mengindikasikan adanya kongkalikong antara Rockit dan Trilium Global yang tiba-tiba masuk dalam daftar kreditur Rockit. "Kami menduga, Rockit sengaja mempailitkan diri sendiri," imbuh Rohan.
Di pihak lain, Endy Abdurrahman, Direktur Utama Bank Muamalat menyatakan jumlah pinjaman yang diberikan perusahaannya ke Rockit mencapai Rp 100 miliar. Agunan yang sudah dikuasai dan menjadi milik Muamalat secara sah dan hukum mencapai Rp 91 miliar.
"Potensi kerugian sudah dapat dijaga dengan baik dan cukup optimal," tutur Endy. Bank Muamalat, juga sudah mengajukan perkara Rockit ke kepolisian sejak Februari 2016.
Adapun juru bicara Bank HSBC Indonesia dan Bank Ekonomi, yakni Daisy Primayanti menyatakan belum dapat memberikan komentar, mengingat permasalahan ini sedang ditangani oleh pihak Kepolisian. Data yang dimiliki KONTAN mengindikasikan penyaluran kredit HSBC ke Rockit mencapai Rp 49,74 miliar dan Bank Ekonomi Rp 48 miliar.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga menjadi korban Rockit. Ryan Kiryanto, Sekretaris Perusahaan BNI menegaskan sudah menganalisa Rockit secara profesional saat pengajuan kredit, baik dari prospek usaha, keuangan dan kemampuan bayar. "Namun, fasilitas kredit dalam perjalanannya bermasalah," ujar Ryan.
Tahun 2016 lalu, Elia Massa Manik, SEVP Remidial Recovery BNI pernah menyebut nilai tagihan BNI mencapai sekitar Rp 170 miliar. Adapun data yang KONTAN peroleh menyebutkan total kredit BNI sekitar Rp 148 miliar.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News