Reporter: Christine Novita Nababan |
JAKARTA. Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank BNI membukukan kenaikan pembiayaan ekspor impor atau trade finance. Pencapaian ini terbilang menggembirakan, karena terjadi di saat perdagangan dunia sedang lesu.
BRI misalnya membukukan transaksi sekitar US$ 18 miliar per September 2012. Rinciannya, US$ 8 miliar mengalir ke pembiayaan ekspor dan US$ 10 miliar untuk impor. "Ekspor naik 160% (yer on year/yoy) dan impor tumbuh 40%," tutur Isnen Sutopo, General manager International Business Division BRI, Selasa (16/10).
Ia memperkirakan, volume trade finance menembus angka US$ 20 miliar sampai akhir tahun nanti. Sebesar US$ 10 miliar di antaranya berasal dari ekspor dan sisanya impor. Dari total trade finance, sebanyak 40% mengandalkan letter of credit (L/C), sisanya non-L/C.
Trade finance tumbuh berkat pengalihan pasar dari Eropa ke Timur Tengah, China, Singapura, Hong Kong, dan Jepang. Komoditas yang paling banyak dibiayai BRI antara lain bubur kertas, minyak sawit, tekstil, dan hasil laut.
BNI juga mencatat peningkatan transaksi perdagangan sebesar 7,75% atau menjadi US$ 16,3 miliar. Rinciannya, 65% berupa transaksi impor, dan sisanya ekspor. Sebanyak 70% transaksi berupa L/C.
"Tren transaksi menggunakan L/C meningkat. Diharapkan, realisasi sampai akhir tahun nanti mencapai US$ 25 miliar atau naik 10% (yoy)," imbuh Afien Yuni Yahya, Vice President Deputy General Manager Head of Trade Service BNI.
BNI, kata Afien, terus membanyak pengusaha yang berorientasi ekspor di luar Eropa. Sebut saja, China, Hong Kong, Korea dan Jepang dan negara-negara Asia Pasifik lain. BNI tercatat sebagai bank nasional dengan jaringan internasional cukup luas, sebut saja Singapura, Hong Kong, Tokyo, New York dan London.
Peningkatan transaksi perdagangan antara Indonesia dengan Tiongkok menjadi peluang bagi bank nasional untuk mengembangkan layanan renminbi atau yuan, mata uang China. Sebelumnya hanya bank asing yang melayani transaksi dengan menggunakan mata uang asing selain dollar AS.
Menurut Isnen, permintaan transaksi menggunakan renminbi terus meningkat dari tahun ke tahun. Meski saat ini baru 2-3 nasabah eksportir yang aktif bertransaksi. Per September 2012, outstanding menggunakan Renminbi mencapai US$ 400 juta (setelah dikonversi), tumbuh 25%.
Transaksi menggunakan renminbi kini menduduki peringkat kedua di BRI. "Renminbi semakin diminati, karena selain transaksi perdagangan saat ini banyak dilakukan dengan China, nilai kursnya lebih stabil," tutur Isnen.
BNI juga melayani transaksi dengan Renminbi. Hanya, porsinya masih imut-imut, kurang dari 5% dari total portofolio. "Untuk meningkatkan layanan renminbi ini, kami harus menyiapkan infrastrukturnya," kata Afien.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News