Reporter: Nadya Zahira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Jiwa (AAJI) menyebut bahwa Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) tak mengakui Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2025, sehingga perusahaan asuransi harus membuat dua laporan terpisah.
Perlakuan pajak pun merujuk pada metode lama, sehingga berpotensi tidak sejalan dengan metode PSAK 117, dimana ekuitas hingga laba asuransi yang berpotensi lebih rendah.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menerangkan bahwa pada dasarnya, bukan Ditjen Pajak tidak mengakui perlakuan akuntansi sesuai PSAK 117. Akan tetapi, lebih tepatnya adalah UU pajak, khususnya UU PPh tidak mengakomodasi perlakuan akuntansi sesuai PSAK.
Baca Juga: Asuransi Bintang Siap Implementasikan PSAK 117, Begini Rencana Bisnisnya Ke Depan
“Permasalahan utamanya ada di basis pengukurannya. Secara sederhana, basis pengukuran itu terdiri dari dua jenis, yaitu, historical cost accounting (HCA) yang menggunakan harga perolehan sebagai basis pengukuran utamanya, dan fair value accounting (FVA) yang menggunakan harga pasar sebagau basis pengukuran utamanya,” kata Prianto kepada Kontan, Kamis (19/12).
Prianto menjelaskan bahwa HCA lebih fokus ke penyajian laporan laba rugi berdasarkan masa lalu atau data historis. Di sana, orientasinya ada pada laporan laba rugi karena berkaitan dengan penghitungan PPh badan. Dengan demikian, pengguna utamanya adalah Ditjen Pajak, bukan investor (debt and equity investors).
“Bagi DJP sesuai UU PPh, data laporan keuangan berbasis HCA itu lebih reliable dan dapat diverifikasi jika ada sengketa pajak. Karena itu, HCA dianggap lebih memberikan kepastian hukum untuk kepentingan pajak,” imbuhnya.
Sementara itu, dia menuturkan, FVA lebih fokus ke penyajian laporan posisi keuangan, bukan laporan laba rugi. Pengguna utama laporan keuangan berbasis FVA adalah investor.
Baca Juga: Implementasi PSAK 117 Sedot Investasi Asuransi
Di mana, informasi di laporan keuangan tersebut digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan di masa mendatang.
Ia menyebut bahwa FVA juga memperkenankan pengukuran dengan pendekatan present value atau time value of money (nilai waktu uang). Pendekatan tersebut menggunakan estimasi, proyeksi, dan asumsi. Hal demikian tidak diakomodoasi di UU PPh yang mengusung HCA.
Berdasarkan kondisi di atas, Prianto bilang, pelaku usaha industri asuransi harus menyiapkan satu laporan keuangan berbasis PSAK 117. Selanjutnya, mereka membuat rekonsiliasi fiskal agar laporan laba rugi yang disusun berdasarkan PSAK 117 tersebut dapat sejalan dengan ketentuan PPh.
“Sebagai contoh, penerimaan premi asuransi menurut Pasal 4 ayat (1) UU PPh sudah merupakan penghasilan. Akan tetapi, penerimaan premi tersebut blm merupakan penghasilan/pendapatan dari sisi PSAK 117,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prianto menyebutkan sejumlah kesulitan atau tantangan dalam menerapkan metode PSAK 117.
Baca Juga: OJK: 10 Perusahaan Perasuransian Belum Memiliki Aktuaris per November 2024
PSAK 117, difokuskan untuk kepentingan investor. Sebagai konsekuensinya, penyajian laporan keuangannya harus memberikan informasi yang relevan dan penyajiannya tepat bagi kebutuhan investor.
“Sebaliknya, penyajian laporan keuangan untuk tujuan pajak harus relevan dan andal. Tujuannya adalah agar Ditjen Pajaka dapat memverifikasi keandalan angka-angka di laporan keuangan sampai ke bukti pendukung,” imbuhnya.
Sedangkan sisi minusnya dalam penerapan PSAK 117 adalah, pelaku usaha asuransi harus membuat rekonsiliasi fiskal yang lebih cermat dan teliti. Terlebih, perbedaan pengakuan nilai pendapatan menurut PSAK 117 dan ketentuan perpajakan harus dijelaskan agar petugas pajak dapat memahaminya.
Tugu Insurance Siap Terapkan PSAK 117
Selaras dengan hal ini, PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) atau Tugu Insurance menyatakan siap dalam menerapkan PSAK 117.
Presiden Direktur Tugu Insurance, Tatang Nurhidayat berharap impelementasi PSAK 117 dapat meningkatkan transparansi perusahaan dalam menjalankan bisnis, serta meningkatkan efektivitas Tugu Insurance dalam menjalankan manajemen risiko produk asuransi yang dijual.
Dia menuturkan dengan adanya peraturan terkait dengan kewajiban penerapan PSAK 117 yang wajib dilaksanakan pada tahun 2025, maka Tugu Insurance semakin fokus memperkuat infrastruktur termasuk IT dan memperbaiki proses bisnis dan mempersiapkan sistem yang dapat mendukung proses, serta penyajian laporan keuangan sesuai dengan standar PSAK 117.
Baca Juga: Dongkrak Kinerja, Sejumlah Perusahaan Reasuransi Siapkan Strategi untuk Tahun Depan
Untuk memastikan kesiapan perusahaan dalam implementasi penerapan PSAK 117 tersebut, Tatang bilang, Tugu Insurance telah melakukan gap analysis, implementasi Actuarial Engine dan implementasi sistem Enterprise Resource Planning (ERP).
“Upaya ini diharapkan akan meningkatkan efektivitas implementasi dan memperkecil dampak risiko dari penerapan PSAK 117 nantinya terhadap perseroan,” kata Tatang kepada Kontan, Kamis (19/12).
Sejak 2021, Lanjut Tatang, Tugu Insurance telah melakukan persiapan implementasi psak 117 yang akan efektif pada Januari tabun 2025.
Dengan implementasi PSAK 117 tersebut, diharapkan dapat memberikan gambaran lebih aktual dan konsisten terkait posisi keuangan perusahaan yang berfokus pada present value, pengakuan laba dan komparabilitas dengan perusahaan lain dalam industri.
“Saat ini kami dalam tahap finalisasi penguatan infrastruktur informasi teknologi yang mendukung proses dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan standar PSAK 117, sehingga diharapkan proses transisi dapat berjalan lancar di tahun 2025,” tandasnya.
Selanjutnya: Masyarakat Sipil Meminta Prabowo Pastikan Transisi Energi Terbarukan Inklusif & Adil
Menarik Dibaca: Jenis Tanaman yang Cocok untuk Ibu Super Sibuk hingga Pecinta Kebun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News