Reporter: Ferry Saputra | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman daring (daring) tengah dihadapkan kasus dugaan kesepakatan bunga pinjaman atau manfaat ekonomi yang dipermasalahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Mengenai hal itu, PT Indonusa Bara Sejahtera (OVO Finansial) membantah adanya kesepakatan bunga di industri fintech lending. Komisaris OVO Finansial Karaniya Dharmasaputra mengatakan pihaknya bahkan menerapkan bunga pinjaman di bawah batas maksimal sejak 2018 sampai saat ini.
"Dari 2018 sampai sekarang, bunga kami selalu jauh di bawah batas atas. Kami menetapkan bunga juga berdasarkan mekanisme business assessment yang berbeda-beda dengan perusahaan lainnya. Jadi, OVO Finansial sama sekali tidak menerapkan praktik kartel seperti yang dituduhkan," ungkapnya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).
Baca Juga: OVO Nabung Tembus 1 Juta Pengguna, Rek-Wallet Jadi Tren Baru Keuangan Digital
Karaniya mencontohkan untuk bisnis OVO Finansial, yakni OVO Modal Usaha menetapkan bunga sebesar 0,05%, GrabModal sebesar 0,11%, dan OVO Paylater sebesar 0,16%.
Selain itu, Karaniya menerangkan OVO Finansial juga tak terlibat dalam rapat penetapan bunga batas atas sebesar 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021. Dia bilang OVO Finansial sebagai anggota dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) hanya mengikuti aturan yang telah diarahkan OJK saat itu.
"Kami tidak ikut rapatnya. Kami juga mesti wajib ikut asosiasi dan asosiasi juga wajib mengikuti arahan OJK yang dinyatakan dalam surat," tuturnya.
Karaniya mengatakan latar belakangnya saat itu AFPI diminta OJK untuk menetapkan batas atas bunga pinjaman, karena dirasa bunga yang beredar di pasar sangat tidak karuan. Sebab, adanya fenomena pinjaman online (pinjol) ilegal yang mengenakan bunga tinggi. Dia bilang akhirnya penyelenggara wajib menetapkan batas atas 0,8% pada 2018 untuk membedakan juga dengan pinjol ilegal.
Baca Juga: OVO Nabung Tawarkan Tabungan Digital dengan Bunga 5% untuk Kaum Muda
Ia menerangkan pada akhir 2023, OJK baru menetapkan ketentuan batas atas bunga menjadi 0,3% mulai 2024 lewat Surat Edaran OJK (SEOJK), seiring sudah adanya payung hukum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Sebagai informasi, KPPU menduga 97 terlapor yang merupakan fintech P2P lending yang tergabung dalam AFPI menyepakati besaran bunga pinjaman secara bersama-sama. Permasalahan yang disorot KPPU, yakni adanya dugaan kesepakatan menentukan besaran bunga 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021 yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Code of Conduct atau Pedoman Perilaku AFPI.
Mengenai persidangan, KPPU telah mengadakan sidang perdana pada 14 Agustus 2025. Sidang kemudian dilanjutkan pada Kamis (11/9) yang beragendakan penyampaian tanggapan terlapor terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP), serta alat bukti berupa surat dan/atau dokumen, serta daftar saksi/ahli.
Dalam sidang tersebut, para terlapor menyampaikan tanggapannya secara langsung maupun melalui softcopy dan hardcopy mengenai LDP yang disampaikan KPPU. Adapun jika terlapor membantah atau menolak LDP tersebut, tentu sidang berpotensi dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni agenda pembuktian. Namun, apabila menerima seluruhnya, maka sidang dinyatakan dihentikan atau usai, sehingga keputusan akhir berada di tangan Majelis KPPU.
Majelis Komisi KPPU melanjutkan sidang pada 15 September 2025 hingga 18 September 2025, dengan agenda pemeriksaan alat bukti terlapor (Inzage). Setelah itu, KPPU akan mempelajari tanggapan para terlapor atas LDP. Nantinya, Majelis Komisi akan melakukan rapat untuk memutuskan sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya atau tidak.
Selanjutnya: Emas Turun ke US$3.630 per Ons, Saham Emiten Tambang Mayoritas Melemah Kamis (18/9)
Menarik Dibaca: Inovasi Robotik Merambah Dunia Kesehatan Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News