Reporter: Sri Sayekti | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komunitas akar rumput merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Menyadari tantangan ini, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), sebagai penyedia layanan keuangan digital yang melayani masyarakat akar rumput di lebih dari 50.000 desa di Indonesia, menginisiasi kolaborasi dengan akademisi dari Inggris dan negara-negara ASEAN dalam rangkaian diskusi yang berlangsung pada 17–21 Februari 2025 di Jakarta dan Solo.
Kegiatan ini diawali dengan seminar akademis bertajuk "Rural Communication for Equitable Food Security and Environmental Change in Southeast Asia" di Amartha Village, Jakarta. Menghadirkan peneliti dari University of Reading, Institut Pertanian Bogor, University of the Philippines Los Baños, dan Mahidol University, seminar ini bertujuan menggali strategi komunikasi pedesaan yang efektif dalam mendukung adaptasi perubahan iklim dan memperkuat ketahanan ekonomi akar rumput. Keempat universitas tersebut merupakan pusat unggulan riset di bidang komunikasi pedesaan dan pembangunan.
Baca Juga: Amartha Salurkan Pembiayaan Kumulatif Mencapai Lebih Rp 23 Triliun
Chief Risk & Sustainability Officer Amartha, Aria Widyanto, menyampaikan, “Dalam perjalanan Amartha melayani 2,7 juta nasabah di pedesaan, kami menyadari besarnya risiko perubahan iklim terhadap masyarakat akar rumput. Mulai dari potensi penurunan hasil produksi, fenomena cuaca ekstrem, hingga ancaman keamanan pangan, masyarakat akar rumput perlu dibekali dengan informasi mengenai risiko perubahan iklim, serta kemampuan untuk membangun ketahanan dan beradaptasi.”
Namun, tidak mudah untuk membangun kesadaran masyarakat. Dibutuhkan strategi pendekatan yang dapat mewadahi keberagaman budaya, bahasa, perilaku, dan norma di setiap daerah. Untuk itu, para akademisi menegaskan agar risiko perubahan iklim disampaikan melalui pendekatan yang berbasis komunitas, yang menempatkan masyarakat lokal sebagai pengambil keputusan.
Dr Sarah Cardey, Associate Professor di University of Reading, menegaskan, “Komunikasi berbasis komunitas sangat penting dalam mendukung perubahan, adaptasi, dan pemberdayaan di pedesaan, dengan fokus pada kebutuhan lokal dan inklusivitas gender. Untuk itu diperlukan peningkatan kesadaran, pelatihan, dan kolaborasi yang melibatkan semua pihak, serta kebijakan yang berorientasi pada masyarakat,” ujar Sarah.
Strategi komunikasi pedesaan yang inklusif ini bertumpu pada 4 pilar, yaitu (1) akses dan penyebaran informasi yang lebih merata, (2) strategi komunikasi yang inovatif untuk mendukung pelatihan dan penyebaran pengetahuan, (3) partisipasi aktif masyarakat yang didorong melalui jaringan dan kemitraan, serta (4) advokasi kebijakan.
Baca Juga: Amartha Sebut Porsi Penyaluran di luar Jawa Sekitar 60% Terhadap Total Pembiayaan
Seminar akademis yang dilakukan selama tiga hari ini ditutup dengan workshop dan eksplorasi pasar tradisional di Solo sebagai pusat ekonomi akar rumput, serta kesempatan bagi para akademisi untuk ikut serta dalam lokakarya membatik yang diajarkan langsung oleh mitra usaha binaan Amartha sekaligus pemilik Batik Puspa di Kampung Batik Laweyan, Eny Zaqiyah.
Selanjutnya, inisiatif dan tindak lanjut dari seminar ini akan dipaparkan pada ajang internasional The 2025 Asia Grassroots Forum hosted by Amartha yang diselenggarakan tanggal 21-23 Mei 2025 di Bali. Diikuti 1.000 peserta global terdiri dari perwakilan pemerintah, pengusaha, startup, investor, akademisi, LSM serta inovator, 2025 Asia Grassroots Forum ini diharapkan dapat mendorong kolaborasi lintas sektor untuk menguatkan dan memberdayakan komunitas akar rumput se-Asia.
Baca Juga: Amartha Sebut Masih Dipercaya Lender Institusi dalam Mendapatkan Sumber Pendanaan
Selanjutnya: Maximus Insurance Beberkan Penyebab Pendapatan Premi Menurun pada 2024
Menarik Dibaca: Shopee Gelar Ramadan Competition Bagi Konten Kreator, Berhadiah THR Rp 10 Miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News