Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT AXA Financial Indonesia (AFI) menilai adanya Medical Advisory Board (MAB) atau Dewan Penasihat Medis (DPM) dapat meminimalkan potensi fraud klaim.
Chief Health Officer AXA Financial Indonesia Yudhistira Dharmawata mengatakan berdasarkan draft regulasi terakhir, Dewan Penasihat Medis akan terdiri dari dokter yang spesialis di bidangnya masing-masing. Misalnya, dokter yang memiliki spesialis onkologi, cardiovascular, atau traumatologi, tentu sudah memahami penyakit berdasarkan bidangnya masing-masing.
"Artinya, ketika memang betul seperti yang disampaikan adanya potensi fraud, ketika dikonsultasikan dengan MAB, mereka menemukan adanya perawatan yang tak seharusnya dengan diagnosanya. Ya, bisa membantu," katanya saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Baca Juga: Apa Kata Pengamat Asuransi Soal Plus Minus Pembentukan Dewan Penasihat Medis (DPM)?
Yudhistira mengatakan sebenarnya perusahaan juga sudah memiliki tim khusus yang menganalisis klaim dari nasabah. Dengan demikian, fungsi Dewan Penasihat Medis bisa dibilang dapat menguatkan analisis yang dilakukan tim perusahaan.
"Sinergi itu akan makin memperkuat. Jadi, makin dobel istilahnya analisisnya karena mereka juga memiliki spesialis di bidangnya masing-masing," ujar Yudhistira.
Sementara itu, Yudhistira mengungkapkan AXA Financial Indonesia saat ini masih dalam tahap mengkaji pembentukan Dewan Penasihat Medis. Dia mengatakan pihaknya belum bisa memastikan akan membentuk Dewan Penasihat Medis secara sendiri atau gabungan dengan perusahaan asuransi lain. Pada intinya, kajian masih terus dilakukan sembari menunggu hasil akhir penyusunan POJK mengenai asuransi kesehatan.
"Sebenarnya, masih on progess. Memang tadinya secara regulasi seharusnya Januari 2026. Nah, kami masih menunggu update-nya masih atau tidak Januari 2026 (POJK keluar). Namun, AFI tetap berproses untuk memenuhi ketentuan itu. Masih explore keduanya (DPM secara sendiri maupun gabungan)," tuturnya.
Secara umum, Yudhistira menerangkan efek yang akan dirasakan apabila perusahaan asuransi membentuk DPM secara gabungan dengan perusahaan lain, tentu akan menekan biaya atau lebih ekonomis karena satu DPM bisa dipakai oleh banyak perusahaan.
Baca Juga: AAUI Sebut Asuransi Umum Berpotensi Bentuk Dua hingga Tiga Dewan Penasihat Medis
"Artinya, pasti secara biaya lebih baik, namanya juga dengan pihak luar," tuturnya.
Lebih lanjut, Yudhistira mengatakan apabila DPM dibentuk secara sendiri, tentu plusnya bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dia tak memungkiri sebenarnya adanya DPM juga akan membantu memberikan masukan kepada perusahaan asuransi untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
"Berdasarkan draft regulasi lama, ada utilization review sehingga bisa analisis lebih detail terkait per jenis klaimnya. Bisa juga dapat value dan insight bagian mana yang bisa di-improve. DPM itu independen, sehingga bisa dapat insight secara medis terkait decision dari internal maupun klaim," ungkap Yudhistira.
Sebagai informasi, kewajiban membentuk DPM sebenarnya tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, tetapi SEOJK itu ditunda dan akan diubah ke dalam bentuk POJK yang direncanakan akan terbit pada awal tahun ini.
Selanjutnya: Mengenal Claudio Domenicali, Sosok CEO Ducati beserta Deretan Prestasinya
Menarik Dibaca: Mau Jadi Merchant QRIS di Bank Mandiri? Ini Sederet Fitur Terbarunya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News