Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Standard Chartered melihat potensi bisnis ritel banking di Indonesia masih besar. Oleh karena itu, bank asing ini tetap akan melakukan ekspansi di segmen ini. Tetapi, hanya akan fokus masuk melalui pinjaman digital.
Standard Chartered Indonesia telah memutuskan mengubah konsep bisnis ritel. Perseroan telah meninggalkan konsep bisnis konvensional dengan menjual portofolio kredit ritel konvensionalnya ke Bank Danamon tahun 2023 lalu.
Rino Donny Donosepoetro Cluster CEO Indonesia and ASEAN Markets (Australia, Brunei and the Philippines) mengatakan, perubahan konsep bisnis tersebut sudah memberikan hasil positif. Hanya dalam waktu setahun terakhir menerapkan konsep bisnis digital, jumlah nasabah ritel bank ini sudah mencapai 1,4 juta.
“Ketika masih konvensional, kami memasarkan kredit tanpa agunan (KTA) pakai direct sales di mall-mall, lewat SMS, dan pameran. Tapi, nasabah kami dulu hanya 300.000- 400.000 saja,” tutur Rino, Kamis (16/5).
Baca Juga: Rino Donny Donosepoetro Ditunjuk Jadi Cluster CEO Standard Chartered Indonesia
Bisnis ritel digital ini digarap Standard Chartered Indonesia dengan mekanisme kolaborasi atau channeling dengan platform digital lending atau fintech peer-to-peer lending. Rino bilang, skema ini membuat penyaluran kredit yang dilakukan lebih efisien. Meski dilakukan secara channeling, kata dia, nasabah mitra channeling tersebut tetap masuk dalam pembukuan Standard Chartered .
Rino tak merinci nilai portofolio kredit ritel Standard Chartered Indonesia saat ini dengan perubahan konsep bisnis tersebut. Ia hanya menyebut portofolionya per Desember 2023 sudah naik empati kali lipat secara tahunan.
Ia menambahkan, besaran transaksi harian untuk pinjaman digital perseroan naik secara signifikan hingga mendekati US$ 1 juta per hari. Tahun ini, Standard Chartered Indonesia menargetkan portofolio kredit ritel digital ini akan kembali meningkat tinggi, yakni sekitar empat kali lipat dari akhir 2023. “Standard Chartered juga telah menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan fintech dan akan mengumumkan nama-nama tersebut dalam waktu dekat,” ujar Rino.
Potensi pinjaman digital di Tanah Air sangat besar yang ditandai dengan peningkatan pembiayaan fintech lending. Namun, tantangan kerdit macetnya juga besar. Apalagi, belakangan muncul fintech-fintech bermasalah. Berdasarkan data OJK, total outstanding pembiyaan fintech lending per Maret 2024 mencapai Rp 62,17 triliun, tumbuh 21,85% secara year on year. Adapun tingkat TWP90 mencapai 2,94%
Baca Juga: Sejumlah Bank Pasang Target Pertumbuhan Bisnis Payroll di 2024
Mengantisipasi potensi risiko kredit macet, Rino mengatakan pihak tetap selektif dalam menggandeng mitra. Standard Chartered Indonesia hanya akan bekerja sama dengan platform digital yang memang memiliki track record transaksi yang bagus dan memiliki model underwriting scoring kredit yang sesuai dengan segmen bisnisnya.
“Jadi, dengan masuk ke pinjaman digital untuk segmen ritel ini, kami tidak memprediksi ada kenaikan rasio non performing loan (NPL). Kami akan tetap menjaga NPL di level yang sama aendah dengan sebelumnya,” pungkas
Per Maret 2024, total outstanding kredit Bank Standard Chartered Indonesia mencapai Rp 26,59 triliun, masih tumbuh 2,26% secara tahunan atau year on year (yoy) meski telah menjual portofolio kredit ritel konvensionalnya. Adapun rasio NPL gross ada di level 2,21%, turun dari 2,4% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News