kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Bank syariah sambut positif aturan baru GWM


Minggu, 08 April 2018 / 18:15 WIB
Bank syariah sambut positif aturan baru GWM
ILUSTRASI. Gedung Bank Indonesia


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan ketentuan penyempurnaan moneter dan makroprudensial. Hal ini salah satunya tertuang dalam PBI No.20/3/PBI/2018 tentang Giro Wajib Minimum (GWM) bagi perbankan Indonesia.

Tak hanya GWM, bank sentral juga mengeluarkan aturan tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).

Selain mencakup aturan bagi Bank Umum Konvensional (BUK), aturan ini juga berlaku bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).

Substansi yang mencatutkan aturan bagi BUS dan UUS antara lain mengenai pemberlakuan GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUS dan UUS sebesar 2% dari keseluruhan kewajiban GWM dalam rupiah bagi BUS dan UUS sebesar 5%.

Tak hanya GWM, bagi bank syariah, kebijakan RIM Syariah telah diterapkan dalam bentuk rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang juga merupakan bagian dari kebijakan GWM.

Dalam ketentuan yang diterbitkan kali ini, ditetapkan RIM dengan target kisaran 80-92% baik untuk BUK maupun BUS dan UUS, dan memperluas komponen kredit/pembiayaan yang memasukkan Surat-Surat Berharga (SSB) yang dibeli oleh BUK, BUS, dan UUS, dan memperluas komponen simpanan dengan memasukkan SSB yang diterbitkan oleh BUS dan UUS.

Harapan BI, tentu agar perbankan syariah lebih aktif dalam menggunakan dananya untuk menyalurkan pembiayaan. Menanggapi hal tersebut, sejumlah bankir syariah yang dihubungi Kontan.co.id, menyambut positif aturan baru ini.

Direktur PT Bank BNI Syariah Dhias Widhiyati misalnya, yang menjelaskan dengan aturan baru ini telah sebelumnya dipantau oleh pihak perbankan syariah.

Menurutnya, aturan GWM yang baru bagi bank syariah akan dapat membuat perbankan lebih leluasa dalam mengatur likuditas. "GWM merupakan hal positif buat perbankan karena lebih leluasa mengatur likudiitas," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (8/4).

Dhias juga sebelumnya pernah mengungkap, bahwa GWM untuk bank syariah memang sudah sepatutnya dibedakan dengan GWM konvensional.

Asal tahu saja, aturan BI yang baru ini memberikan penambahan GWM dalam rupiah rata-rata bagi bank konvensional dari 1,5% menjadi 2% dari keseluruhan kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah bank bank konvensional sebesar 6,5%.

Nah, untuk bank syariah pemberlakuan ini sedikit berbeda, yakni sebesar 2% dari keseluruhan kewajiban GWM dalam rupiah sebesar 5%.

Dengan kata lain, Dhias menyebut aturan ini jelas lebih meringankan bank syariah dalam mengelola likuditasnya agar lebih efektif.

"Bagi bank syariah hal tersebut menguntungkan terkait penggunaan likuiditas, baik fleksibel dalam penggunaan likuditas akibat penarikan pembiayaan maupun untuk placement dan borrowing dari pasar uang," ujarnya.

Selain Dhias, Direktur Utama PT Bank BCA Syariah John Kosasih pun sependapat dengan langkah BI. Pihaknya yakin, secara jangka panjang aturan baru ini akan memberikan dampak positif bagi kesehatan perbankan serta mendorong pembiayaan.

"GWM perlu diatur seperti saat ini. Ada GWM primer dan sekunder, dengan mekanisme rata-rata," katanya. Menurutnya, memang kondisi financing to deposit ratio (FDR) bank umum syariah memang cenderung ketat.

Hal ini bukan alasan, pasalnya bank syariah harus menjaga tinggi FDR guna mengoptimalisasi modal untuk menghasilkan kemampuan laba. Singkat kata, dengan kelonggaran yang diberikan oleh bank sentral, bank syariah akan punya ruang lebih luas untuk mengelola dananya

"Perbankan syariah saat ini perlu ditelaah antara BUS dan UUS. Kalau BUS FDR tinggi artinya (bank tersebut) mengoptimalisasi modal untuk menghasilkan kemampuan laba. UUS cenderung lebih tinggi FDRnya, karena masih gandeng induk," tuturnya.

Tak berbeda jauh, Direktur PT Bank Syariah Mandiri (BSM) Kusman Yandi beranggapan pelonggaran GWM dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan.

"Saat ini kondisi FDR dan CAR (capital adequacy ratio) BSM dalam posisi aman dan sustainable. Kondisi FDR kami tidak seketat industri, sehingga likuiditas kami masih sangat kuat," ujarnya.

Meski likuiditas masih dan akan semakin longgar dengan aturan ini, BSM menegaskan tetap akan menjaga prinsip kehati-hatian. Adapun, bank syariah milik PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ini tetap akan mengincar segmen ritel sebagai mesin penggerak pertumbuhan pembiayaan.

Setali tiga uang, PT Bank BRI Syariah menyebut aturan GWM baru tujuannya agar likuditas di pasar semakin likuid. Sekretaris Perusahaan BRI Syariah Indri Tri Handayani turut positif hal tersebut akan mendorong bank syariah lebih aktif menyalurkan pembiayaan.

"Aturan GWM baru akan memudahkan bank mengatur likuiditas sekaligus menambah likuiditas pasar yang diharap bisa mendorong pertumbuhan pembiayaan," katanya.

Pun, secara rasio kondisi FDR BRI Syariah terbilang sangat longgar dengan posisi 68,8% per awal tahun 2018. "Kami akan jaga FDR ke 90% sampai 95% tahun ini," tutur Indri.

Sebagai informasi saja, berdasarkan statistik perbankan syariah per Januari 2018 kondisi FDR BUS berada di level 77,93%, melonggar dari posisi Januari 2017 yang sempat berada di posisi 84,74%.

Hal ini dikarenakan dana pihak ketiga (DPK) BUS jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi penyaluran pembiayaan.

Berbeda dengan BUS, kondisi FDR UUS memang lebih ketat yakni 98,18% per Januari 2018, jumlah tersebut juga naik dari posisi 97,43% Januari tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×