Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah lembaga dana pensiun kembali berguguran atau bubar pada awal tahun ini. Sebut saja, Dana Pensiun Inti, Dana Pensiun Lux Indonesia, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Kresna, hingga Dana Pensiun Aerowisata Indonesia. Penyebabnya, karena pendiri tak mampu untuk menambah dana.
Terkait hal itu, Dana Pensiun BCA (DPBCA) membeberkan sejumlah cara untuk menjaga ketahanan dana. Direktur Utama Dana Pensiun BCA Budi Sutrisno menerangkan DPBCA adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) sehingga ketahanan dana sangat tergantung pada iuran yang didapat dari peserta dan pendiri.
"Dana yang diperoleh tersebut, kemudian dikelola dengan melakukan investasi yang memberikan return maksimal," ungkapnya kepada Kontan, Rabu (12/2).
Baca Juga: OJK: 14 Manajer Investasi Penuhi Syarat Dirikan DPLK dengan AUM di Atas Rp 25 Triliun
Budi bilang hasil investasi di dana pensiun ada 2 macam, yaitu realized berarti hasil investasi yang langsung dibukukan dalam neraca, sedangkan unrealized berarti hasil dari penilaian oleh pihak apraisal berdasarkan harga wajar/pasar. Selisih penilaian itu akan dibukukan sebagai Selisih Penilaian Investasi (SPI).
Budi menjelaskan realized sangat memengaruhi laba rugi dana pensiun dan langsung dibukukan dalam neraca, seperti hasil bunga hingga dividen. Adapun unrealized, yakni deltanya atau pertambahannya harus diakui sebagai return baik positif maupun negatif.
Lebih lanjut, Budi mengatakan pendanaan dapat ditahan dengan cara memaksimalkan hasil usaha, yang berarti aset investasi harus besar dengan return yang maksimal agar memperoleh hasil investasi yang besar.
Oleh sebab itu, dia menyebut dana pensiun harus mengusahakan aset sebagai aset investasi. Dana pensiun perlu membatasi aset lain yang tidak produktif, misal aktiva tetap untuk kantor, mobil kantor, atau aktiva lain yang dimiliki untuk dipakai operasional dana pensiun.
Baca Juga: Cek 16 Provinsi yang Tawarkan Diskon & Pemutihan Pajak Kendaraan di Februari
"Selain itu, aset investasi harus diusahakan mempunyai return yang tinggi agar hasil investasi tinggi juga. Ditambah selisih antara iuran dan pembayaran manfaat pensiun diusahakan positif dan/atau meminimalkan negatif," tuturnya.
Jika terjadi defisit antara iuran dan pembayaran manfaat, Budi mengatakan sebaiknya dana pensiun harus bisa menutup dengan laba hasil usaha. Kalau tidak tertutup, tentu aset investasi jangka panjang akan terpakai dan pendanaan turun, serta return kemungkinan akan turun juga.
Budi menyebut laba usaha adalah alat untuk menaikkan/menumbuhkan pendanaan, maka sustainable growth keduanya harus dijaga dengan kenaikan hasil usaha setiap tahunnya.
Selain membeberkan cara menjaga ketahanan dana, Budi bilang ada juga tantangan dalam menjaga ketahanan dana. Dia menyebut dalam melakukan investasi tentu harus prudent, agile, dan secure. Selain itu, investasi juga perlu disesuaikan antara maturity date pembayaran manfaat pensiun dengan durasi dari penempatan aset investasinya.
"Jika tidak matching atau sesuai, maka dipastikan akan memengaruhi pendanaan," ujarnya.
Baca Juga: OJK: 6 Perusahaan Perasuransian Belum Memiliki Aktuaris per Januari 2025
Budi mengatakan dana pensiun perlu menjaga likuiditas dahulu untuk keperluan pembayaran manfaat pensiun yang jatuh tempo. Aset tersebut ditempatkan di aset investasi yang likuid, seperti giro dan deposito (pasar uang). Jika salah hitung likuiditas, dipastikan akan mengganggu aset investasi yang lain.
Tantangan lain, yakni SPI harus dijaga dan disesuaikan dengan portofolio investasinya dan diusahakan SPI positif jangan negatif dengan cara menerapkan strategi aset alokasi yang baik.
Sementara itu, Budi mengungkapkan aset DPBCA per 31 Desember 2024 sebesar Rp 5,9 triliun. Nila itu naik sebesar 3,73%, jika dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya.
Selanjutnya: Garmin Indonesia Resmi Menghadirkan Instinct 3 Series untuk Para Petualang Sejati
Menarik Dibaca: AstraPay Gandeng MyPertamina untuk Kemudahan Pembayaran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News