Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan tengah menghadapi tantangan di tengah penyebaran wabah virus corona (Covid-19). Salah satunya antara lain beban bunga yang cenderung meningkat, apalagi dalam tiga tahun terakhir ini beban bunga memang selalu meninggi khususnya pada akhir tahun 2019 yang sempat naik sekitar 20% secara year on year (yoy).
Menurut Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede beban bunga tersebut dipengaruhi oleh peningkatan beban bunga kepada pihak ketiga (Dana Pihak Ketiga/DPK). Dari beban bunga yang dibayarkan untuk DPK, beban bunga simpanan berjangka berkontribusi sekitar 75%-77% dari total keseluruhan.
Baca Juga: Bank Harda berhasil tekan kerugian di 2019, namun NPL meningkat
Potensi beban bunga khususnya pada tahun 2020 ini berpotensi meningkat khususnya di tengah ekspektasi perlambatan pertumbuhan kredit perbankan. "Sejalan dengan ekspektasi melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik yang terdampak oleh Covid-19," kata Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (26/4) malam.
Lebih lanjut, menurutnya potensi peningkatan beban bunga perbankan juga mengindikasikan risiko likuiditas perbankan cenderung mengetat mengingat respon kebijakan pemerintah terkait pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Walhasil, hal itu berpotensi mendorong peningkatan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang selanjutnya berpotensi meningkatkan risiko peralihan dari dana deposito ke Surat Utang Negara. "Pada akhirnya hal ini berpotensi mendorong mengetatnya likuiditas perbankan," sambungnya.
Selain itu, kondisi likuiditas perbankan yang mengetat tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan restrukturisasi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diharapkan dapat menjaga kualitas aset perbankan. Namun, bak pisau bermata dua langkah tersebut juga berpengaruh pada likuiditas perbankan yang semakin seret.
Baca Juga: Ini anggota indeks BUMN20 periode Mei-Juli 2020
Oleh sebab itu, Bank Indonesia pun sejatinya telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka mengelola likuiditas perbankan dengan meningkatkan pelonggaran moneter.
Salah satunya melalui instrumen quantitative easing yang diantaranya adalah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM), operasi moneter melalui penyediaan term-repo dan tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).
Fakta lainnya, sebenarnya tren bunga dana perbankan juga sedang ke arah penurunan. Tercatat, per Februari 2020, suku bunga deposito cenderung menurun dibandingkan dengan akhir tahun 2019 lalu.
Baca Juga: Saat IHSG pulih, saham emiten bank BUMN diperkirakan jadi pendorongnya
Bila dirinci, suku bunga deposito 1 bulan turun 15 basis poin (bps) menjadi 5,87%, suku bunga deposito 3 bulan turun 10 bps menjadi 6,22%, suku bunga deposito 6 bulan turun 25 bps menjadi 6,54% dan suku bunga deposito 12 bulan turun 10 bps menjadi 6,82%.
Josua menegaskan, dengan kondisi masih terkendalinya likuiditas perbankan secara keseluruhan dan telah ditopang oleh kebijakan BI untuk melonggarkan kondisi likuiditas berpotensi mendorong penurunan suku bunga deposito namun terbatas oleh risiko penerbitan SBN yang meningkat pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News