Reporter: Annisa Aninditya Wibawa |
JAKARTA/LONDON/SINGAPURA. Hilangnya persetujuan DBS Group Holdings Ltd. Singapura membeli mayoritas saham di PT Bank Danamon Tbk (BDMN) menunjukkan tantangan di lingkungan regulator. Fitch Ratings menilai, hal tersebut akan menghalangi minat kepemilikan saham asing di Indonesia.
Berdasarkan aturan Bank Indonesia (BI), DBS hanya boleh memiliki 40% kepemilikan saham di Danamon. Ini bahkan lebih rendah dibanding keinginannya sebesar 67%.
"Hal ini dapat membatasi pembeli potensial dari bank di Indonesia kepada investor dengan komitmen kurang untuk negara dan yang mungkin saja mencari dasarnya untuk penambahan modal," sebut Fitch, dalam rilis yang diterima KONTAN, Kamis, (1/8).
Keputusan BI untuk menyetujui lebih rendah daripada keinginan tersebut menimbulkan terbatasnya kesempatan memperoleh kontrol mayoritas di sebuah bank Indonesia. Aturan kepemilikan bank tersebut BI keluarkan pada tahun lalu. Di situ, BI membatasi kepemilikan holding di bank lokal hingga 40%, meskipun ada kebijakan untuk dapat meningkatkan porsi tersebut.
BI telah setuju untuk meningkatkan porsi kepemilikan DBS di Danamon tersebut, tergantung pada resiprokalitas dari Monetary Authority Singapore (MAS). BI meminta resiprokalitas dengan diperbolehkannya ekspansi 3 bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia yakni PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) di sana.
"Kami percaya runtuhnya kesepakatan ini akan mencegah beberapa pembeli asing jangka panjang untuk mencari untuk membangun waralaba lokal di Indonesia," ungkap Fitch.
Menurut Fitch, pembatasan kepemilikan tersebut akan menghambat kemampuan DBS untuk memberi arah strategis dan risiko Danamon. Pasalnya, prosedur tata kelola perusahaan Singapura menempatkan penekanan pada tingkat tinggi kontrol manajemen mengenai operasi utama. Maka dari itu, memiliki hanya saham minoritas di Danamon akan membuat DBS kurang mungkin mencapai tingkat integrasi yang sama di Indonesia dengan anak perusahaan di negara lain dalam wilayah ini.
Ukuran nilai transaksi juga akan mengakibatkan penggunaan kurang optimal pada modal DBS. Sebuah saham antara 10% -50% perlu dikurangi dari ekuitas umum, tunduk pada batas tertentu, di bawah aturan modal Basel III.
Sebelumnya, Fitch pun telah menyatakan bahwa pihaknya berharap perbankan Singapura tetap waspada atas risiko yang muncul saat mereka memperluas waralaba regional mereka, terutama di negara-negara berkembang. Fitch beranggapan keputusan DBS untuk hengkang dari transaksi tersebut mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi dari saham minoritas dan resiko kehati-hatian.
Fokus jangka menengah DBS di Indonesia sepertinya akan tetap bertahan pada kebutuhan korporasi besar regional. Adapun, Indonesia tetap bertahan sebagai pasar perbankan yang menarik. Indonesia memiliki penetrasi kredit yang rendah dibanding negara berkembang lain seperti India dan Cina, kemudian adanya kelas menengah yang tengah berkembang, perekonomian yang kuat, dan tingginya Net Interest Margin (NIM) perbankan.
Meski begitu, aturan kepemilikan bank hingga 40% tersebut terbilang tinggi dibanding negara regional lain. Fitch menilai permodalan asing penting bagi pasar Indonesia untuk mengisi potensi dan membawa risiko, transparansi, dan disiplin tata kelola pada sektor perbankan ke arah yang lebih baik.
DBS mengumumkan keinginannya mengambil saham mayoritas di Danamon pada April 2012. Kemudian, mereka mendapat persetujuan sejumlah 40% di bulan Mei 2013, dengan kemungkinan bersyarat dapat meningkatkan kepemilikannya. Sayangnya, perjanjian DBS dengan Fullerton Financial Holdings Pte. Ltd. (FFH) tersebut telah melewati batas waktu per hari ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News