Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini, perbankan kian aktif memperbaiki kredit bermasalah. Hal ini tercermin dari rasio non performing loan (NPL) yang terus melandai. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per Agustus 2019 posisi NPL ada di level 2,56%, turun dari periode yang sama di tahun lalu yakni sebesar 2,73%.
Sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id mengamini bahwa NPL kian melandai sejalan dengan upaya penagihan serta restrukturisasi kredit yang dilakukan bank dalam setahun terakhir.
Baca Juga: Ini strategi bisnis BRI dan BNI di periode kedua pemerintahan Jokowi
Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Herry Sidharta misalnya yang menyebut posisi NPL sudah di bawah 2%. Posisi ini stabil bila dibandingkan dengan posisi sejak awal tahun 2019.
Dari jumlah tersebut, mayoritas kredit bermasalah banyak berasal dari segmen komersial menurut Herry, terutama kredit yang kolektabilitasnya tak begitu baik.
"Banyaknya dari sektor menengah, kira-kira di atas 3% tapi di bawah 4%," terangnya, Senin (21/10). Sampai akhir tahun ini, bank berlogo 46 ini berharap posisi NPL tak akan lebih dari 2%.
Senada, Direktur Keuangan PT BPD Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha menjelaskan posisi NPL sudah mulai membaik yakni mencapai 2,89% per September 2019. "Sudah mencapai di atas target kami yaitu 3%," jelasnya.
Realisasi tersebut juga turun cukup tinggi dari periode setahun sebelumnya 4,25%.
Baca Juga: Sri Mulyani, menteri keuangan dalam empat kabinet
Kendati telah menurun, Ferdian menyatakan pihaknya tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Tercermin dari rasio pencadangan alias coverage ratio yang mencapai 96,02% per kuartal III 2019 naik dari tahun lalu 92,36%.
Sama dengan BNI, penyumbang terbesar NPL Bank Jatim juga bersumber dari segmen komersial. Merujuk presentasi perusahaan, segmen komersial Bank Jatim memang punya NPL segunung mencapai 8,64% pada periode September 2019. Kendati demikian, posisi ini turun signifikan dibandingkan September 2018 yang menembus 14,45%.
Sementara itu, bank daerah lain seperti PT BPD Sumatera Utara (Bank Sumut) mengakui kalau posisi kredit bermasalah masih cukup tinggi. Sekretaris Perusahaan Bank Sumut Syahdan Siregar bilang per September 2019 NPL perseroan mencapai 5,05%. Meningkat jika dibandingkan posisi September 2018 sebesar 4,59%.
Penyebab masih tingginya NPL perusahaan tak lain disebabkan oleh kondisi beberapa sektor komoditas yang belum membaik. "Rata-rata NPL kami dari sektor perkebunan," singkat Syahdan.
Baca Juga: Implementasikan QRIS, LinkAja lakukan digitalisasi pasar
Melalui strategi penagihan yang mulai digalakkan sejak awal tahun serta restrukturisasi. Bank milik pemerintah provinsi Sumatera Utara ini yakin NPL bisa di bawah 4% pada akhir 2019.
Senada dengan Bank Sumut, Direktur Kepatuhan PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) I Made Mudiastra juga menyatakan NPL sedikit mengalami kenaikan.
Namun, hal ini disebabkan oleh salah satu debitur korporasi perusahaan yang mengalami penurunan kinerja di bulan Agustus. "Tapi di bulan September 2019 sudah ada penyelesaian, sektor korporasi masih perlu diwaspadai," terangnya.
Adapun, rasio NPL BWS diakui masih lebih rendah dibandingkan industri yakni di bawah 2%. Pihaknya memastikan, kondisi NPL akan menurun di akhir 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News