Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan bank-bank milik negara (Himbara) menaikkan suku bunga deposito valuta asing (valas) hingga 4% per tahun dinilai bakal memperketat persaingan di industri perbankan nasional.
Kenaikan bunga tersebut terjadi di tengah kondisi likuiditas valas yang cenderung ketat dan dorongan pemerintah untuk memperkuat cadangan dolar di dalam negeri.
Empat bank pelat merah, yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), telah resmi menyesuaikan bunga deposito dolar AS ke level 4% untuk tenor tertentu.
Baca Juga: Transaksi BI-FAST Naik 32%, Layanan Tahap 2 Mulai Diminati Korporasi
Sebelumnya, bunga deposito valas di perbankan nasional umumnya berada di kisaran 1,5%–3%.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), total dana pihak ketiga (DPK) valas di perbankan nasional mencapai Rp 1.360,9 triliun per September 2025, dengan porsi terbesar masih disumbang oleh kelompok Himbara dan bank asing.
Sejumlah bank swasta pun mulai mengikuti tren kenaikan bunga ini. PT Bank SMBC Indonesia Tbk (BTPN) melalui aplikasi Jenius, misalnya, telah menyesuaikan bunga produk Maxi Saver Jenius USD per 7 November 2025.
Untuk tenor 3–6 bulan, bunga ditetapkan hingga 4,2% per tahun bagi penempatan dana di atas Rp50.000 setara USD, dan 2,75%–3,75% per tahun untuk nominal lebih kecil.
Bank Jago juga menaikkan bunga simpanan USD di Kantong Mata Uang Asing menjadi 2,75% per tahun, berlaku sejak 4 November 2025.
Baca Juga: KBMI 1 Akan Dihapus, Bagaimana Nasib Spin Off Unit Usaha Syariah Perbankan?
Persaingan Kian Panas
Menurut Moch Amin Nurdin, Advisor Banking & Finance Development Center, langkah Himbara menaikkan bunga deposito valas akan memicu kompetisi yang lebih ketat antarbank.
“Persaingan akan semakin tajam, karena bank swasta dan asing selama ini menawarkan bunga deposito yang relatif rendah. Jika dana pihak ketiga (DPK) mereka mulai tergerus, kemungkinan besar mereka akan menyesuaikan bunga atau memberikan special rate bagi nasabah besar,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (9/11/2025).
Ia mengakui potensi terjadinya “perang bunga valas” memang ada, meski dampaknya terhadap struktur industri perbankan diperkirakan tidak terlalu signifikan.
“Masih banyak nasabah yang loyal terhadap bank tertentu seperti BCA, UOB, atau DBS. Mereka punya basis nasabah kuat dan program loyalitas yang menjaga stabilitas dana,” jelasnya.
Baca Juga: Sejumlah Bank Telah Serap Lebih dari 50% Anggaran Capex IT Tahun Ini
Amin menambahkan, nasabah sensitif terhadap suku bunga kemungkinan akan memindahkan dananya ke Himbara, tetapi dampak terhadap likuiditas bank swasta dan asing tidak akan terlalu besar.
“Kondisi ini sifatnya sementara, lebih untuk menahan capital outflow dan menarik dana WNI yang tersimpan di luar negeri,” tegasnya.
Dorongan Pemerintah dan Tantangan Baru
Sementara itu, Ekonom Celios Nailul Huda menilai kebijakan ini merupakan strategi pemerintah untuk memperkuat likuiditas valas domestik.
“Pemerintah tampaknya ingin menarik kembali dolar milik WNI yang disimpan di luar negeri, dengan mendorong Himbara menawarkan bunga yang lebih menarik,” katanya.
Huda menjelaskan, bunga deposito valas di Indonesia selama ini kalah bersaing dibanding Singapura.
Baca Juga: OJK Jatuhkan 33 Sanksi kepada PUJK karena Pelanggaran Iklan per Oktober 2025
Dengan bunga 4%, diharapkan pengusaha lebih memilih menempatkan dana hasil ekspornya di dalam negeri, sehingga pasokan dolar AS meningkat.
Meski demikian, ia mengingatkan Himbara perlu memastikan sumber pendapatan yang cukup untuk menutup biaya bunga yang tinggi.
“Bank pelat merah harus mampu menyalurkan kredit berimbal hasil tinggi atau menempatkan dana ke instrumen seperti SBN atau SRBI untuk menjaga margin,” tuturnya.
Namun, ia mengingatkan potensi pergeseran dana hanya antarbank domestik.
“Yang dikhawatirkan bukan masuknya dana segar dari luar negeri, tapi sekadar perpindahan dana dari bank swasta ke Himbara,” imbuhnya.
Jika perang bunga terjadi, lanjut Huda, biaya dana (cost of fund) bisa meningkat. “Ini bisa membuat penurunan suku bunga acuan BI tidak efektif karena bunga deposito malah naik,” pungkasnya.
Baca Juga: Begini Respons Jamkrida Kaltim Soal Penetapan Batas Bawah Tarif Imbal Jasa Penjaminan
CIMB Niaga Belum Ikut Naikkan Bunga
Berbeda dengan Himbara, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) memilih belum menaikkan bunga deposito valas.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, pihaknya masih memantau kondisi pasar dan kebutuhan likuiditas.
“Kami belum berencana menaikkan bunga deposito valas. Saat ini kami fokus menjaga efisiensi cost of fund dan memperkuat likuiditas,” ujarnya.
Menurut Lani, kebutuhan likuiditas valas bergantung pada permintaan kredit valas.
Baca Juga: Bunga Deposito Valas USD Bank Mandiri, BRI, BNI dan BTN Naik Jadi 4%
Saat ini, rasio LDR valas CIMB Niaga berada di sekitar 60%, menandakan posisi likuiditas yang masih sangat sehat.
“Selama pembiayaan valas belum meningkat signifikan, kami belum melihat urgensi menaikkan bunga deposito valas,” kata Lani.
Ia menegaskan, CIMB Niaga akan tetap fokus memperbesar dana murah (CASA) agar biaya dana tetap efisien dan kompetitif.
“Kami akan jaga efisiensi pendanaan, bukan bersaing lewat bunga tinggi,” tutupnya.
Selanjutnya: Investasi US$ 1,5 Miliar, Merdeka Copper (MDKA) Siap Jadi Raksasa Baru Tembaga RI
Menarik Dibaca: Tanaman Herbal untuk Obat Sakit Perut, Redakan Nyeri dengan Pengobatan Rumahan!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












