Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
Selain itu, AFPI juga membantah adanya penyesuaian bunga dari 0,8% menjadi 0,4% pada 2021 merupakan keinginan dari para penyelenggara. Sebab, tidak ada penyelenggara yang senang kalau bunga fintech lending itu turun karena bisa berdampak terhadap kinerja.
"Buat kami (fintech lending), makin bunga diturunkan itu artinya adalah pinjaman yang bisa diberikan akan berkurang. Kenapa? Sebab, artinya konsep risk and return, kami hanya bisa memberikan kepada orang dengan profil risiko yang rendah. Profil risiko tinggi menjadi tidak bisa diberikan kami," katanya.
Hal itu berbanding terbalik dari konsep inovasi fintech lending yang mana perlu adanya kesempatan pemberian pembiayaan kepada orang atau borrower yang risikonya dianggap tinggi. Sunu menyebut konsep itu menjadi tidak jalan dengan adanya batasan bunga.
"Kalau profil risiko 0,8% sama 0,4% itu pasti berbeda. Artinya, orang yang dipilih oleh platform adalah orang yang secara risiko kecil. Misalnya, pegawai tetap atau orang yang sudah punya catatan di Fintech Data Centre (FDC) dengan risiko yang lebih baik. Dengan demikian, konsep inovasi tidak jalan," ungkapnya.
Dengan demikian, Sunu menegaskan apabila penyesuaian bunga yang dilakukan itu merupakan kesepakatan bersama antarpenyelenggara seperti yang dituduhkan KPPU, dinilainya tak masuk akal.
Baca Juga: Ini Respons AFPI Soal Dugaan Kartel Bunga Pinjol
Sebab, penyelenggara tak mungkin melakukan hal tersebut, yang mana bertentangan dengan apa yang diinginkan para penyelenggara dalam hal melakukan inklusi keuangan.
"Hal itu menjawab argumen KPPU yang menyatakan bahwa penyesuaian bunga merupakan kesepakatan para penyelenggara, menjadi tidak berlaku. Jadi, bukan 5-6 orang berkumpul untuk memutuskan, itu tidak. Jadi, benar-benar organisasi menjalankan dan dalam tanda kutip diminta oleh OJK supaya bisa memerangi pinjol ilegal secara efektif," ujarnya.
Setelah Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) disahkan dan OJK menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2023 yang secara rinci mengatur bunga pinjaman fintech lending sebesar 0,3%.
AFPI kemudian segera mencabut batas bunga maksimum 0,4% tersebut dan menyelaraskan sepenuhnya dengan ketentuan regulator.
Sebagai informasi, KPPU akan menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjol dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Langkah itu menandai eskalasi serius atas temuan indikasi pengaturan bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjaman berbasis teknologi," kata Ketua KPPU Fanshurullah Asa dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4).
Baca Juga: AFPI Jelaskan Penyebab Pembiayaan Fintech Lending Masih Tumbuh Signifikan
Penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online atau fintech lending yang ditetapkan sebagai Terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, AFPI. Adapun KPPU menyoroti peristiwa tersebut terjadi selama periode 2020 hingga 2023.
Selanjutnya: Perlu Insentif Agar Ekonomi Bergulir
Menarik Dibaca: 35 Quotes Tentang Buku Untuk Peringatan Hari Buku Nasional 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News