Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permasalahan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) yang tak kunjung usai membuat pemegang polis (pempol) mencari berbagai cara untuk menuntut haknya.
Adapun pempol yang mengatasnamakan Aliansi Korban Wanaartha Life pada akhirnya menggelar unjuk rasa di sejumlah titik di Jakarta, seperti Gedung Otoritas Jasa Keuangan hingga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Senin (8/1).
Perwakilan Aliansi Korban Asuransi WanaArtha Life Christian Tunggal menyatakan sejauh ini pemegang polis (pempol) belum menerima pengembalian uang mereka. Oleh karena itu, dia mengatakan pempol menyampaikan beberapa tuntutan kepada OJK dengan mendatangi langsung gedung OJK.
"Kami meminta Pihak OJK melakukan penindakan secara hukum dengan membuat penyelidikan hingga penyidikan, sampai akhirnya disidangkan kasus dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan atau memberikan laporan, informasi, data, atau dokumen kepada OJK yang tidak benar. Selain itu, adanya dugaan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh Evelina Pietruschka, Manfred Pietruschka, hingga direksi perusahaan, agar segera ditangkap dan disidangkan," ucapnya, Senin (8/1).
Christian mengatakan, OJK sebenarnya punya wewenang untuk menindak sejak lama. Akan tetapi, tak pernah dilakukan juga. Oleh karena itu, pempol sangat menyayangkan tugas OJK sebagai regulator, yang mana tak mengambil sikap tegas terhadap kasus Wanaartha Life.
Baca Juga: Pemegang Polis Berharap Menkopolhukam Bantu Selesaikan Kasus Wanaartha Life
Dia bilang sebenarnya OJK pernah melakukan penindakan terhadap PT Asuransi Jiwa Kresna Life dengan memberikan SPRINDIK/16/VI/2021/DPJK tertanggal 10 Juni 2021 dan surat penetapan tersangka Nomor SR/402/XI/2021/DPJK tanggal 25 November 2021, bahkan sampai penyidikan dinyatakan lengkap oleh Jaksa Agung muda Nomor B-5512/E.3/Eku.1/12/2021 tanggal 9 Desember 2021.
"Lalu, kenapa hal yang sama tidak dilakukan terhadap pemilik Perusahaan asuransi Jiwa Wanaartha? Supaya tidak adanya kecurigaan tebang pilih dan diugaan adanya permainan oknum OJK dengan pihak Wanaartha, maka kami meminta supaya dilakukan penindakan secara hukum pidana dalam waktu dekat," ungkapnya.
Christian mengatakan, pempol juga meminta agar OJK melakukan surat permintaan tertulis kepada direksi serta pemilik perusahaan untuk bertanggungjawab atas kerugian uang pemegang polis.
Selain itu, pempol juga meminta OJK menangkap dan memulangkan Evelina Pietruschka, Manfred Pietruschka, hingga Reza Pietruschka untuk dapat diadili secara hukum.
Dia bilang, pihak OJK melalui penyidik OJK memiliki wewenang untuk melakukan hal tersebut sesuai dengan POJK Nomor 16 Tahun 2023 Pasal 5 ayat 1 yang menyatakan pihak OJK bisa meminta bantuan aparat penegak hukum lain, seperti kepolisian.
Baca Juga: Gelar Aksi Unjuk Rasa, Pemegang Polis Wanaartha Life Desak OJK Lakukan Hal Ini
"Hal itu harus dilakukan dalam waktu secepat-cepatnya karena anggota kami yang hanya masyarakat sipil biasa saja bisa mengetahui keberadaan Eveline Pietruschka, Manfred Pietruschka, dan Reza Pietruschka dan sudah terkonfirmasi langsung berada di tempat tersebut, yaitu di Beverly Hills," ujarnya.
Christian menyampaikan pempol juga meminta OJK memberhentikan Ogi Prastomiyono karena kekecewaan para pemegang polis terhadap kinerjanya yang dipandang tidak melakukan fungsi OJK, yakni mengatur, mengawasi, dan melindungi.
Sayangnya, kedatangan para pempol ke gedung OJK tak membuahkan hasil positif. Para pempol hanya dapat bertemu dengan perwakilan saja dan bukan dengan petinggi OJK.
Christian menyampaikan, padahal dalam undangan yang diterima, OJK telah meminta perwakilan pempol untuk datang audiensi ke gedung OJK pada Senin (8/1). Akan tetapi, pertemuan itu malah diundur menjadi Rabu (10/1), dengan alasan petinggi OJK penuh agenda.
"Tadi, katanya pertemuan tak bisa dilakukan hari ini, tetapi menjadi Rabu. Namun, perwakilan bilang belum bisa memastikan pertemuan nanti akan dihadiri petinggi atau tidak. Selain itu, Rabu nanti juga akan disediakan audiensi langsung dan zoom," katanya.
Christian pun sempat mengatakan bahwa pempol hanya ingin bertemu dengan petinggi OJK. Sebab, wewenang untuk memutuskan suatu keputusan ada di mereka. Setidaknya, harus dihadiri Ogi dan Mahendra.
Baca Juga: Tim Likuidasi Wanaartha Umumkan Kabar Baru Perkembangan Proses Likuidasi
Harapan kepada Menkopolhukam
Sepertinya asa pempol Wanaartha telah menipis terhadap OJK. Oleh karena itu, pempol juga menaruh harapan kepada Menkopolhukam Mahfud MD agar bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang selama ini tak terselesaikan itu.
Adapun sejumlah hal yang diharapkan, yakni bisa menangkap dan memulangkan pemilik Wanaartha Life ke Indonesia untuk segera dilaksanakan pengadilan pidana.
Christian mengatakan, saat ini diketahui pemilik Wanaartha Life terpantau berada di Beverly Hills, Amerika Serikat (AS). Hal itu berdasarkan pantauan langsung salah satu korban Wanaartha Life pada 10 October 2023.
"Setelahnya, pempol juga sudah melaporkan pemilik serta mengikuti semua proses dan prosedur, di antaranya bersurat ke KonJen RI di Los Angeles pada 11 Oktober 2023. Selain itu, mendatangi langsung KonJen RI di Los Angeles untuk melaporkan dan menceritakan seluruh kronologi penemuan tersebut pada 13 Oktober 2023," ucapnya, Senin (8/1).
Christian mengatakan laporan tersebut kemudian mendapat tanggapan dari pihak KBRI Washington pada 23 Oktober 2023. Dia bilang pihak KBRI sudah mendengar, melaporkan, dan berkoordinasi dengan institusi terkait seperti Bareskim Polri, interpol, hingga pihak kedutaan AS. Namum, saat ini belum mendapatkan kabar lebih lanjut.
Baca Juga: Polisi Bisa Ikut Menyidik Kasus Sektor Jasa Keuangan, Ini Plus Minusnya
Christian juga menyampaikan pempol berharap agar uang korban Wanaartha Life sekitar Rp 15 triliun bisa dikembalikan berkoordinasi dengan Mahfud MD selaku Menkopolhukam. Salah satunya dengan melacak aset-aset yang diduga dilakukan tindakan penggelapan dan pencucian uang.
Sementara itu, pempol juga meminta agar Menkopolhukam bisa menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), yang mana salah satu pempol Deddy Agustono Djaya meninggal dunia saat sidang class action di PN Jakarta Pusat pada 19 Desember 2023 karena terjadi kericuhan.
Christian menyampaikan, pempol sangat menyayangkan tidak adanya fasilitas pertolongan pertama, yakni obat-obatan ataupun tenaga medis, apalagi ambulans.
"Hal itu terjadi juga disebabkan kurangnya penjagaan dari pihak keamanan PN Jakarta Pusat maupun kepolisian," kata dia.
UU P2SK sebagai Kunci
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Sebelumnya, dalam UU tersebut kasus sektor jasa keuangan hanya bisa dilakukan oleh penyidik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kini, Polri punya wewenang menyidik di sektor jasa keuangan, sedangkan OJK berperan sebagai penyidik penunjang yang mana harus berkoordinasi dengan Polri dalam melakukan penyidikan.
Mengenai hal itu, Kuasa Hukum dari sejumlah pempol Wanaartha Life, Benny Wullur, menyampaikan putusan tersebut menjadi suatu harapan bagi pempol. Dia menganggap dengan putusan tersebut, kepolisian bisa memiliki kewenangan untuk bertindak menyelesaikan kasus Wanaartha Life.
Baca Juga: Nasabah Wanaartha Life Meninggal Usai Sidang Gugatan Class Action, Ini Kronologinya
"Ya, seharusnya menurut kami juga harus bisa dilakukan. Pemerintah Indonesia juga harus segera melakukan upaya-upaya untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada pemerintahan di Amerika Serikat. Tentunya OJK bisa bersama kepolisian mencari cara agar bisa membawa pulang pemilik guna menyelesaikan permasalahan yang ada," katanya di Gedung OJK, Senin (8/1).
Benny menyampaikan pempol sudah terlalu lama menderita dengan ketidakpastian selama ini. Bahkan, dia juga menyayangkan kalau hanya 2%-5% aset yang bisa dibagikan kepada pempol.
"Hal itu sangat disayangkan kami. Jadi, memang dengan dikabulkannya putusan Mahkamah Konstitusi kemarin sehingga tidak hanya OJK saja yang menjadi penyidik tunggal, tetapi juga ada peran serta dari Polri. Adapun Polri seharusnya juga harus lebih nyaman dalam mengusut perkara tersebut sampai bisa diupayakan pengembalian dana pempol," katanya.
Menurut Benny, seharusnya kalau pemerintah lebih serius, masalah itu bisa terselesaikan. Dia pun menduga pada kasus kali ini seperti ada pembiaran dan bisa dilihat tidak ada satu pun yang ditahan.
"Berbeda dengan dengan dugaan-dugaan investasi gagal bayar lainnya, yang mana sudah ada penahanan. Kalau kasus kali ini penahanan saja belum, bahkan sidang pun belum," kata Benny.
Baca Juga: Uji Materi UU P2SK Dikabulkan, Ini Harapan Nasabah Wanaartha Life
Sama halnya dengan para pempol, Benny pun berharap agar pemerintah, khususnya OJK dan Menkopolhukam bisa segera melakukan aksi nyata menyelesaikan permasalahan yang ada.
Kondisi Wanaartha Life
Sebelumnya, Ketua Tim Likuidasi Wanaartha Life Harvardy Muhammad Iqbal menyebut, kewajiban bayar PT WAL kepada nasabah berdasarkan NSL yang sudah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar lebih dari Rp 11 triliun, sedangkan dana asuransi dan aset perusahaan tidak sebesar itu.
"Kalau merujuk pada NSL, tingkat recovery rate kurang lebih sebesar 30%-40% apabila seluruh aset bermasalah juga diperhitungkan, termasuk apabila aset yang dirampas negara sebesar Rp 2,4 trilliun dapat dikembalikan kepada PT WAL (DL) untuk kepentingan pemegang polis," ujar Harvardy.
Harvardy mencatat ketimpangan tingkat pengembalian kepada pemegang polis akan makin mencolok jika aset Wanaartha Life yang saat ini dirampas negara dalam kasus Jiwasraya tidak dikembalikan. Dalam catatannya, recovery rate pembayaran tagihan kepada Pemegang Polis kurang dari 5%.
"Kalau aset yang disita tidak dikembalikan, yakni sebesar hampir Rp 2,4 triliun maka pembayaran tagihan kepada pemegang polis adalah sekitar 3-5%," ungkapnya.
Baca Juga: Perwakilan Nasabah Wanaartha Audiensi dengan OJK, Ini Isi Pembahasannya
Terbaru, dalam keterangan resminya, Tim Likuidasi menyatakan telah menerima laporan pengaduan melalui WhatsApp Admin Tim Likuidasi sebanyak 978 Pemegang Polis yang mewakili 1.438 Polis.
Berdasarkan hasil verifikasi ulang terhadap 1.438 Polis tersebut, yang mana telah didiskusikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 14 Desember 2023, Tim Likuidasi menyampaikan daftar tagihan per 29 Desember 2023.
"Daftar Tagihan Pemegang Polis Yang Diakui per 29 Desember 2023 yang telah memasukkan nama-nama pemegang polis dan polis yang sudah diakui berdasarkan laporan pengaduan melalui WhatsApp Admin Tim Likuidasi periode tanggal 6 hingga 21 Desember 2023," tulis Tim Likuidasi dalam keterangan resmi, Jumat (29/12).
Selain itu, Tim Likuidasi bilang Daftar Tagihan Pemegang Polis Yang Diakui Sementara pada 29 Desember 2023, yang mencakup tagihan Pemegang Polis dan Polis yang masih terdapat kekurangan dokumen sebagaimana telah diinformasikan oleh Admin Tim Likuidasi.
Adapun Polis yang masuk ke dalam Daftar Tagihan Pemegang Polis Yang Diakui Sementara tidak kehilangan hak suaranya dan tetap dapat mengikuti proses likuidasi termasuk voting yang akan diselenggarakan oleh Tim Likuidasi.
Baca Juga: Ini Respons Nasabah Soal Aset Wanaartha Life Belum Cukup Untuk Bayar Kewajiban
Meskipun demikian, pembayaran kepada Pemegang Polis yang tercantum pada Daftar Tagihan Pemegang Polis Yang Diakui Sementara baru akan dilakukan setelah dokumen pendukung tersebut dilengkapi.
"Tim Likuidasi akan mengumumkan lebih lanjut mengenai tata cara voting, baik melalui Aplikasi Tim Likuidasi maupun melalui cara yang lain, serta mengumumkan mengenai rencana pembayaran hasil pencairan aset likuidasi PT WAL (DL) dalam pengumuman yang terpisah," kata mereka dalam keterangan resmi.
Tim Likuidasi menyampaikan akan mengupayakan pelaksanaan pekerjaan sesuai timeline yang diatur dalam POJK Nomor 28 Tahun 2015 dan RKAB yang telah disetujui OJK. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News