Reporter: Ferry Saputra | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sedang merancang produk asuransi khusus untuk sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyatakan bahwa produk asuransi ini masih dalam tahap pendalaman dengan berbagai pihak terkait, termasuk industri perasuransian.
Saat ini, asuransi yang dapat digunakan untuk mitigasi risiko dalam industri P2P lending adalah asuransi kredit.
Baca Juga: OJK: Penetapan Bunga Fintech Lending Dapat Dievalusi Secara Berkala
Mengenai rencana tersebut, pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengungkapkan bahwa bisnis fintech lending atau pinjaman daring memiliki tingkat risiko yang tinggi, terutama karena tidak adanya agunan.
Nailul membandingkan dengan asuransi kredit yang diterapkan di sektor perbankan, di mana terdapat jaminan agunan dari debitur yang diserahkan kepada pemberi pinjaman. Namun, di sektor fintech P2P lending, asuransi tersebut masih sulit diakses oleh peminjam dengan skala usaha mikro dan kecil.
“Perhitungannya cukup berat, apalagi pinjaman daring dikenal dengan risikonya yang tinggi dan tanpa agunan. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa menimbulkan moral hazard, di mana borrower mengetahui bahwa pinjamannya diasuransikan oleh lender,” ujar Nailul Huda saat dihubungi Kontan, Rabu (22/1).
Baca Juga: OJK Catat 19 Fintech Lending Punya TWP90 di Atas 5% per Oktober 2024
Meskipun demikian, Nailul menyambut baik ide pengembangan asuransi untuk lender dan menyatakan bahwa hal tersebut memang diperlukan. Namun, dia juga menyoroti potensi kontradiksi yang mungkin muncul terhadap pengembangan industri pinjaman daring.
Bila asuransi khusus untuk fintech lending diwujudkan, ia tidak menutup kemungkinan bahwa masalah dalam sektor pinjaman daring akan merembet ke industri asuransi.
Oleh karena itu, Nailul mengingatkan agar rencana tersebut dipertimbangkan dengan bijaksana, dengan memperhitungkan risiko dan kemungkinan masalah yang akan timbul di masa depan.
Dia juga menyarankan adanya opsi di mana asuransi untuk fintech lending tidak diwajibkan, namun dapat menjadi elemen dalam penilaian kredit seseorang.
“Artinya, seseorang yang memiliki asuransi bisa mendapatkan skor kredit yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak menggunakan asuransi,” tambah Nailul.
Baca Juga: OJK Catat 21 Fintech Lending Punya TWP90 di Atas 5% per November 2024
Selain itu, Nailul juga menyarankan agar biaya asuransi yang diberikan dapat dibebankan secara proporsional kepada kedua belah pihak, baik lender maupun borrower.
Hal ini karena biaya asuransi akan menambah beban biaya bagi lender dan borrower, yang pada gilirannya dapat mengurangi bunga manfaat yang diperoleh.
Selanjutnya: Mengapa Indonesia Butuh Datacenter untuk Masa Depan Bertenaga AI
Menarik Dibaca: 4 Manfaat Cuka Apel Jika Dikonsumsi Setiap Hari, Gula Darah Jadi Stabil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News