Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua dari tiga bank milik negara yang telah melaporkan kinerja setengah tahunnya tercatat belum meraih laba yang mumpuni. Biaya dana yang besar ditambah tambahan pencadangan guna implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 jadi penyebabnya.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) misalnya, laba di semester awal tahun ini anjlok 8,4% (yoy) dari Rp 1,42 triliun (1H/18) menjadi Rp 1,3 triliun. Adapula PT Bank Negara Indonesia (BBNI) cuma meraih peningkatan laba 2,7% (yoy) dari Rp 7,43 triliun (1H/18) menjadi Rp 7,63 triliun (1H/19).
Baca Juga: Bunga Acuan BI, Pencadangan dan Likuiditas Bikin Berat Langkah Bank BTN (BBTN)
Cuma PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang berhasil meraih cuan lumayan. Yakni tumbuh 11,1% (yoy), dari Rp 12,1 triliun (1H/18) menjadi Rp 13,5 Triliun (1H/19). Sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) belum melaporkan kinerjanya.
Direktur Utama BTN Maryono bilang penyebab anjloknya aba perseroan terjadi akibat kondisi makro global yang belum kondusif sejak 2018 hingga akhir semester 1/2019. Ini dibuktikan dari lima kali meningkatnya suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 175 bps sepanjang 2018.
“Karena bisnis utama kami di KPR subsidi, kami tidak ikut menaikkan bunga pada 2018 yang naik hingga lima kali. Makanya, cost of fund (biaya dana) kami juga meningkat, akhirnya net interest income kami juga menipis,” kata Maryono.
Pendapatan bunga bersih perseroan separuh 2019 ini memang ikut anjlok 1,05% (yoy) dari Rp 4,76 triliun (1H/18) menjadi Rp 4,71 triliun (1H/19).
Di sisi lain, Maryono juga menegaskan beban dana yang besar akibat kenaikan bunga acuan juga membuat likuiditas perseroan makin sempit, apalagi pendanaan BTN juga masih mengandalkan dana mahal yang pada Mei 2019 porsinya 56,74% atau senilai Rp 112,85 triliun dari total dana pihak ketiga perseroan senilai Rp 197,84 triliun.
Baca Juga: Beban bunga dan pencadangan membengkak, laba BTN tergerus 7,1% di semester I-2019
Dominasi dana mahal alias deposito ini juga yang mengerek pertumbuhan dana pihak ketiga perseroan. Hingga Juni 2019 BTN berhasil mengumpulkan DPK senilai Rp 234,89 triliun, tumbuh 15,895 (yoy).
“Semester II 2019 bunga acuan sudah turun, makanya kami juga akan optimalkan pencarian dana murah. Sekarang ada program ritel di BBTN dimana tiap cabang wajib mengejar pemupukan dana murah untuk menurunkan biaya dana,” lanjut Maryono.
Meskipun laba merosot, bank spesialis bisnis kredit pemilikan rumah (KPR) ini justru mencatat pertumbuhan penyaluran kredit yang mumpuni Yaitu 18,78% (yoy), dari Rp 211,35 (1H/18) menjadi Rp 251,04 triliun (1H/19).
Di lain sisi, Plt. Direktur Keuangan dan Tresuri BTN Nixon Napitupulu bilang pencadangan (coverage ratio) BTN juga meningkat guna persiapan implementasi PSAK 71. Tahun ini coverage ratio BTN mencapai 76%, meningkat dibandingkan tahun lalu sebesar 49%.
Kondisi ini yang bikin likudiitas perseroan juga terus tergerus. Makanya Nixon bilang akhir tahun nanti BTN berencana memulai beberapa aksi korporasi. Yaitu menerbitkan Junior Global Bond senilai US$ 300 juta, dan rights issue guna menghimpun dana Rp 5 triliun hingga Rp 8 triliun selama lima tahun mendatang.
Baca Juga: Kinerja di bawah ekspektasi, saham BBNI dibuka di zona merah
Tingginya biaya dana, dan beban bunga juga jadi alasan pertumbuhan laba BNI sepanjang setengah musim awal ini mini. Bank berlogo angka 46 ini cuma meraih pertumbuhan laba 2,7% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode serupa tahun lalu sebesar 16% (yoy).
Sepanjang semester 1/2019, beban bunga BNi sendiri mencapai 10,98 triliun, meningkat 26,2% (yoy). Sementara biaya dana perseroan meningkat hingga 3,2%. Rasio tersebut paling tinggi sejak 2016. Makanya, pendapatan bunga bersih perseroan juga tumbuh mini cuma 1% (yoy. Dari Rp 17,44 triliun (1H/18) menjadi Rp 17,61 tiliun (1H/19).
Padahal, pertumbuhan kredit perseroan tumbuh signifikan sebesar 20,0% (yoy), dari Rp 457,80 triliun (1H/18) menjadi Rp 549,06 triliun (1h/19).
“Kredit ini dominan penyalurannya di kuartal II 2019, jadi kurang maksimal. Beban bunga dan cost of fund dibanding tahun lalu meningkat karena mayoritas kredit juga dari segmen korporasi dengan yield-nya lebih rendah," kata Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo.
Baca Juga: Laba BNI hanya tumbuh 2,7% di semester I-2019, ini penyebabnya
Hal ini juga ditambah dengan tipisnya pertumbuhan dana murah BNi yang cuma tumbuh 0,6% (yoy) menjadi 64,6% dari total DPK. Hingga Juni 2019 total DPK BNI sendiri tumbuh 13 (yoy) menjadi Rp 595,06 triliun. Ini didorong dari pertumbuhan rekening giro sebesar 22,4% (yoy) dan deposito sebanyak 10,7% (yoy). Sementara pertumbuhan dana tabungan relatif landai, dengan pertumbuhan 7,5% (yoy).
Sedangkan Bank Mandiri yang secara konsolidasi pertumbuhan kreditnya lebih lambat dari dua kompatriotnya, justru mencatat peningkatat laba yang mumpuni.
Secara konsolidasi pertumbuhan kredit bank berlogo pita emas ini cuma 9,52% (yoy) dari Rp 762,5 triliun (1H/18) menjadi Rp 835,1 triliun (1H/19). Laba bersih Bank Mandiri dikontribusikan oleh kenaikan pendapatan bunga sebesar 14,85% (yoy) menjadi Rp 44,5 triliun.
Baca Juga: Tiga Bank Besar Mencetak Untung Gede, Laba Bersih BCA Naik Paling Kencang
Pendapatan bunga ini terhitung efektif sebab, perseroan juga menurunkan coverage ratio sebesar 21,28% secara tahunan serta diiringi dengan perbaikan kualitas kredit dan pengendalian biaya operasional yang berhasil ditekan hingga tumbuh terkendali di single digit.
Sementara dari kinerja pendanaan perseroan juga masih berhasil menjaga rasio dana murahnya di atas 60% dari total DPK. Sepanjang semester 1/2019 DPK perseroan secara rata-rata tumbuh 6,8% (yoy), atau secara konsolidasi mencapai ending balance Rp 843,2 triliun.
Setengah tahun ini pun perseroan telah menerbitkan surat utang melalui program Euro Medium Term Notes (EMTN) dalam denominasi dolar AS senilai US$ 750 juta guna menambah likudiitas perseroan. Surat utang bertenor 5 tahun dan kupon 3,75% itu sendiri merupakan bagian dari rencana program penerbitan obligasi valas senilai US$ 2 miliar ikut menambal.
Baca Juga: Semester I-2019, bisnis remitansi bank BUMN tumbuh cemerlang
“Saat ini, permodalan dan likuiditas kami berada pada situasi yang sangat baik dengan rasio CAR di level 21,01% dan rasio RIM di level 96,94%. Kami juga mengapresiasi kebijakan Bank Indonesia melalui pelonggaran Giro Wajib Minimun (GWM) kemarin karena memberikan ruang yang cukup bagi perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit,” kata Direktur Bisnis dan Jaringan Bank Mandiri Hery Gunardi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News