Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi
Mengenai hal itu, Grace berpendapat bahwa iGrow tidak membuat dua perjanjian. Akan tetapi, selama ini hanya platform ke lender saja.
"Jadi, sebetulnya fintech lending tidak boleh satu perjanjian, tetapi dua. Sesuai Pasal 30 paling tidak harus dua, satu perjanjian mereka dengan lender dan satunya lagi perjanjian antara lender dengan borrower," katanya.
Di sisi lain, Grace juga mengungkapkan bahwa ada dugaan borrower iGrow itu fiktif. Dia menceritakan ada lender iGrow yang mencoba menyelidiki langsung ke lokasi proyek si borrower.
"Ada klien yang menyelidiki langsung ke lokasi proyek tersebut. Ternyata dari 10 proyek itu yang didanai cuma 1, demikian juga yang terjadi dengan TaniFund. Jadi, misal ada petani di Madiun, itu petaninya bingung dan tak ada yang didanai sama sekali. Jadi, ada dugaan perusahaan fintech itu membohongi konsumen, jadi meyakinkan PT-nya, tetapi nyatanya fiktif," tuturnya.
Grace mengatakan langkah yang dilakukan iGrow itu makin mulus terjadi, didukung oleh literasi masyarakat yang masih minim sehingga tak ada sikap kritis lender untuk mengetahui perusahaan si peminjam.
Kontan sudah menghubungi pihak iGrow dan belum ada respons dari iGrow hingga pemberitaan ini dibuat.
Sebagai informasi, TKB90 iGrow hingga 5 Februari 2024 tercatat sebesar 53,44%. Terbaru, sejumlah lender menggugat iGrow di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 115/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL yang didaftarkan pada 30 Januari 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News