Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) dikabarkan batal masuk dalam industri yang bisa berdampak sistemik di sektor keuangan layaknya perbankan.
Di draf lama Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK), diatur bahwa Lembaga Jasa Keuangan Sistemik.
Lembaga Jasa Keuangan tentu menyangkut perbankan dan IKNB. Akan tetapi, di draf terbaru RUU P2SK yang telah disetujui oleh DPR dan pemerintah pada Kamis (8/12), hanya bank yang masuk dalam kategori sistemik.
Jika berkaca dari kasus-kasus yang menyangkut industri ini sebelumnya, IKNB masuk dalam kategori sistemik. Bahkan, jika melihat dari tagihan yang tidak terbayarkan nilainya mencapai triliunan.
Sekadar informasi, sistemik keuangan adalah apabila kegagalan baik dalam hal ini adalah bank, akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana (rush) maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian.
Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky memandang setuju apabila IKNB masuk dalam kategori sistemik. Yanuar menjelaskan, apabila IKNB diputuskan tidak masuk ke dalam kategori sistemik, artinya ada ketidakmampuan dalam mendeteksi tugas, pokok, dan fungsi dari IKNB.
Baca Juga: Heboh Jiwasraya berdampak sistemik, begini penjelasan KSSK
"Ya, karena tidak mampu mendeteksi, agar lepas tanggung jawabnya," kata Yanuar saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (12/12).
Oleh sebab itu, Yanuar memandang IKNB seharusnya masuk kategori sistemik karena praktik shadow banking dilakukan melalui IKNB. Shadow banking sebuah praktik mengelola dana publik tetapi tidak mau ikut regulasi dan deteksi dari Otoritas Jasa keuangan (OJK).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai, IKNB memang tidak masuk kategori sistemik. Menurutnya, IKNB tidak memiliki dampak sistemik, berbeda dengan bank.
Lebih lanjut, bank memiliki hubungan pinjam meminjam antar bank yang disebut pasar uang antar bank. Keterkaitan antar bank itu sangat besar, kegagalan satu bank bisa berdampak ke bank lain.
"Hal tersebut tidak ada hubungannya dengan IKNB, sebab hubungan IKNB lebih antara IKNB tersebut dengan nasabahnya," kata Piter saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (12/12).
Bahkan, kata Piter, tidak semua bank dikategorikan berdampak sistemik. Oleh karena itu, Piter memandang, IKNB memang tidak perlu dimasukkan dalam kategori berdampak sistemik, walaupun nilai kegagalannya sangat besar.
Senada, Pengamat IKNB sekaligus mantan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Suheri juga memandang IKNB tidak perlu masuk kategori sistemik.
Dia menuturkan, dampak sistemik ialah apabila dampak yang terjadi pada sesuatu maka akan merembet ke mana-mana, dalam hal itu dikhawatirkan terjadi ke bank sehingga bank-bank lain rush.
Suheri menambahkan, dilihat secara karakteristik IKNB dan bank berbeda. Jika bank menghimpun dana di mana ada uang yang dititipkan dan kapan saja bisa diambil. Sedangkan IKNB, bisa dibilang bukan uang yang bisa diambil kapan saja.
Suheri melanjutkan, di dana pensiun, uang dana pensiun bisa diambil apabila setelah mencapai saat layak klaim, seperti orang tersebut pensiun. Adapun, di asuransi, nasabah memang bayar premi, akan tetapi tidak ada hak untuk mengambil uang premi yang sudah dibayarkan kapan saja, layaknya di bank.
Dia mencontohkan kasus perusahaan asuransi dengan kerugian mencapai triliunan itu tidak berdampak sistemik karena hanya mereka saja yang berurusan dengan perusahaan asuransi.
Jika terjadi masalah di perusahaan asuransi, Suheri memandang hanya akan berdampak pada tingkat kepercayaan terhadap industri asuransi.
"Makanya, IKNB kelihatan tidak menimbulkan dampak sistemik," kata Suheri saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (12/12).
Baca Juga: OJK jatuhi sanksi Bahtera Mitra Jasa karena hanya punya satu direksi dan komisaris
Suheri menekankan pada IKNB, pertama, bagaimana industri ini bisa tumbuh. Selain itu, harus ada upaya fundamental dan prudent sehingga akan menjadi peningkatan yang signifikan terhadap IKNB dengan tidak mengabaikan aspek prudential-nya.
Kedua, memperbaiki tata kelola yang harus diperhatikan. Suheri bilang, tata kelola bukan hanya administrasi tetapi sifatnya yang lebih penting dan berpengaruh terhadap industri.
"Jadi, bukan hanya secara adminsitrasi memenuhi, akan tetapi di lapangan tidak berjalan dengan baik," ujarnya.
Untuk itu, Suheri berharap tata kelola IKNB oleh regulator atau pengawas bisa ditingkatkan lagi.
Dari sisi pemain IKNB, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memandang IKNB perlu masuk dalam kategori sistemik. Direktur Eksektutif AAUI Bern Dwyanto mengatakan, bisnis asuransi adalah bisnis yang memberikan perlindungan kepada nasabah atas resiko tertentu di mana nasabah membayar premi sebagai biaya untuk mendapatkan perlindungan tersebut.
"Permasalahan di industri ini kalau tidak di atasi segera dan bersama-sama pusaran yang diakibatkan atau dampak sistemik akan menunggu di depan kita," ujarnya.
Bern menambahkan, perusahaan asuransi memiliki keterkaitan yang erat, baik dengan sektor keuangan maupun korporasi, di mana asuransi sangat dibutuhkan sebagai penyedia produk proteksi terhadap risiko keuangan dan kegiatan ekonomi, terutama oleh pihak perbankan.
Oleh sebab itu, Bern menilai bila perusahaan asuransi bermasalah maka tentu berimbas pada sektor perbankan dan bilamana sudah mengganggu sektor perbankan, maka imbasnya akan mengganggu perekonomian.
"Dari sini kita melihat bahwa industri asuransi itu mempunyai dampak sistemik, sehingga harusnya masuk dalam sektor yang berpotensi sistemik," pungkas Bern.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News