kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sengaja mengontrol kredit konsumsi


Rabu, 28 November 2012 / 12:33 WIB
ILUSTRASI. Pisau dapur yang bersih dari karat


Reporter: Arief Ardiansyah, Andri Indradie, Roy Franedya, Dian Pitaloka Saraswati, Raymond Reynaldi | Editor: Imanuel Alexander

Laju per tumbuhan kredit konsumsi di perbankan menjadi perhatian serius Bank Indonesia (BI). Setelah mengeluarkan batasan
loan to value (LTV) untuk bank konvensional, BI berencana mengatur hal serupa bagi perbankan syariah.

Bank syariah sendiri sempat menikmati rejeki nomplok dari pemberlakuan aturan LTV bagi bank konvensional sejak pertengahan tahun 2012. Jika melirik data BI, per akhir September 2012, pembiayaan bank syariah tumbuh 40,1% mencapai Rp 130,36 triliun dalam setahun terakhir. Sedangkan pertumbuhan kredit bank konvensional menunjukkan penurunan.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Group Destry Damayanti mencontohkan, kinerja kredit perbankan hingga Agustus lalu hanya tumbuh 23% year on year (yoy). Padahal, pada periode Mei-Juli 2012, pertumbuhan kredit di kisaran 27%. “Tapi, perlambatan ini tidak berefek negatif bagi bank,” katanya.

Destry melihat dua faktor penyebab perlambatan. Pertama, perekonomian yang tertekan pelemahan ekonomi China. Kedua, perlambatan yang disengaja BI dengan aturan pengetatan penyaluran kredit, terutama kredit konsumsi perbankan. Pada medio 2012, pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) di atas 40%. "Pada Agustus hanya tumbuh 25%," katanya.

Hal ini menunjukkan efektivitas kebijakan bank sentral dalam mengontrol pertumbuhan kredit konsumsi. Saat mengumumkan kebijakan ini Maret lalu, bank sentral mengaku khawatir terjadi penggelembungan kredit konsumsi.

Guna menghindari hal tersebut, bank sentral menyelaraskan aturan LTV bank konvensional dengan bank syariah. Ekonom Doddy Arifi anto memahami keputusan BI mengetatkan penyaluran kredit ke segmen konsumsi untuk meredam konsentrasi ke satu segmen. "Kekhawatiran bubble memang wajar.

Kredit tidak boleh berkonsentrasi pada satu sektor," tandasnya. Kedua ekonom ini sepakat, kebijakan ini bakal berimbas positif kepada pertumbuhan bisnis kredit perbankan yang lebih stabil dalam jangka panjang.

Bahkan, Destry menambahkan, kredit konsumsi masih mempunyai potensi pasar yang begitu besar, selain menyumbang profit marjin yang tebal. Upaya pengetatan kredit konsumsi tak mengendurkan eksposur perbankan di sektor ini. Chief Financial Offi cer PT Bank Danamon Tbk Vera Eve Lim tetap memasukkan segmen mass market dalam fokus bisnis tahun depan.

Danamon menargetkan, segmen mass market dapat mendukung pencapaian target pertumbuhan kredit 22%. "Kami akan melihat dulu kebijakannya seperti apa," ujar Vera. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, bilang, klasifikasi kredit produktif dan non produktif ini sejalan dengan pelaksanaan Arsitektur Perbankan Indonesia.

BI dapat menganalisis karakter risiko kelompok nasabah, daerah penyaluran kredit, hingga sektor ekonomi yang berguna bagi penyusunan kebijakan mikroprudensial dan makroprudensial perekonomian.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 09 - XVII, 2012 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×