Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memetakan bisnis bank pelat merah. Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyatakan telah mempertajam arah bisnis himpunan bank milik negara (Himbara).
Pertama, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tetap diarahkan untuk menggarap segmen mikro. Lantaran, BRI pernah memperkuat kredit usaha rakyat (KUR) namun penyaluran ke segmen kredit menengah hingga korporasi juga tinggi.
“Sekarang, korporasi nya kita tekan, sekarang kontribusi kredit UMKM terhadap total kredit BRI sudah 83%, kita dorong lagi ke 85% hingga 87%. Saat ini, nasabah holding ultra mikro yang terdiri dari BRI, Pegadaian, dan Permodalan Nasional Madani (PNM) ada 35 juta nasabah, kita ingin ada tambahan 25 juta nasabah lagi tapi basisnya kecil,” ujar Tiko panggilan akrab Kartika kepada Kontan.co.id di Jakarta pada Kamis (1/9).
Baca Juga: Aset BTN Syariah Capai Rp 37,3 Triliun, Ini Dampaknya ke BSI Jika Dilakukan Merger
Namun, pemerintah ingin penyaluran kredit ke segmen mikro hingga area pedalaman ini tetap murah. Kuncinya dengan mengandalkan digitalisasi, BRImo, agen BRIlink, dan integrasi jaringan Senyum, serta produk KUR. Langkah ini terbukti membuat cost to efficiency ratio turun ke level 38%.
Seiring dengan itu, Tiko mendorong terbentuknya Bank Bullion lantaran Holding Ultra Mikro memiliki produk tabungan emas. Sebab, ia melihat di Swiss, London, dan New York banyak dana pensiun menempatkan dananya 10% hingga 20% di Bank Bullion.
Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto menyatakan anak usaha yang bergerak di bank digital yakni Bank Raya tetap diarahkan untuk menyasar segmen ekonomi gig atau para pekerja informal.
Kedua, Tiko menyatakan PT Bank Mandiri (Persero) diarahkan untuk menggarap segmen wholesale dan ritel affluent. Kendati demikian, ia mengakui pertumbuhan kredit di segmen wholesale tidak akan setinggi mikro dan ritel. Ia mengklaim, saat ini Bank Mandiri sudah menjadi pemimpin pasar kredit korporasi di Indonesia.
“Oleh sebab itu, Bank Mandiri harus menumbuhkan segmen wholesale paralel dengan konsumer maupun ritelnya. Sehingga, Bank Mandiri harus bisa menumbuhkan di semua segmen dan paling lengkap,” papar Tiko.
Ia menyatakan, kunci Bank Mandiri ada di transaction banking dari Livin dan Kopra. Guna mendorong himpunan dana murah yang sudah mencapai kisaran 75% saat ini. Seiring dengan itu, harus bisa menekan biaya kredit atau cost of credit yang sempat menyebut level 4% menjadi 1,4% saat ini.
Baca Juga: BRI Perluas Layanan Perbankan di Kemendagri dan BNPP
“Lalu, mempertahankan kualitas pembiayaan. Juga mendiversifikasi sumber pendapatan, dari berbagai macam anak perusahaan seperti BSI, Bank Mantap, produk investasi. Dan ini harus ditumbuhkan lebih besar,” katanya.
Wakil Direktur Bank Mandiri Alexandra Askandar menambahkan menggunakan strategi memanfaatkan ekosistem wholesale yang dimiliki. Artinya, Bank Mandiri menawarkan produk perbankan seperti kredit baik di distributor, supplier, hingga karyawan yang ada di ekosistem wholesale-nya.
“Kita mengintegrasikan layanan perbankan bagi semua komponen ekosistem wholesale-nya melalui platform Kopra. Seiring itu kita mendorong pemenuhan kebutuhan finansial dan gaya hidup urban locomotive melalui Livin,” jelasnya.
Ketiga, Tiko menyatakan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebenarnya kuat di segmen konsumer dan kuat di dana murah. Saat ini, Tiko mengarahkan agar BNI juga ikut menggarap segmen wholesale bersama Bank Mandiri.
“BNI juga harus masuk juga ke tier-1 korporasi, karena kebutuhannya masih besar. Lalu, kita dorong juga untuk konsumer mereka yang sudah bagus. Lalu kita arahkan untuk masuk ke value chain dengan melibatkan Bank Mayora yang baru saja diakuisisi.
Keempat, TIko menjelaskan ingin memperkuat PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Ia menampik segala isu merger antara BTN dengan BNI. Lantaran, pemerintah ingin BTN jauh lebih sehat lagi. Memang selama ini, BTN menggunakan sumber pendanaan yang banyak dari obligasi.
Oleh sebab itu, BTN diarahkan untuk memiliki basis dana murah yang lebih kuat. Juga terus memperbesar komposisi KPR subsidi yang lebih menguntungkan serta memiliki pengembangan yang berkualitas.
“UUS BTN, kita tetap persiapkan untuk spin off. Tapi kita ingin sehatkan lagi, terserah nanti apabila BSI ingin mengakuisisi,” katanya.
Baca Juga: Respons Bank BNI Terkait Wacana Akuisisi Bank BTN
Adapun untuk PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Tiko menyatakan pemerintah tidak akan menjadi pemegang saham pengendali. TIko memastikan pemerintah hanya akan menjadi pemegang saham seri A Dwiwarna di BSI.
“BSI tetap setiap harinya ada di bawah Bank Mandiri. Sedangkan pemerintah lewat saham seri A Dwiwarna tujuannya pemerintah terlibat dalam jangka panjang bank, maupun dalam setiap aksi korporasi yang dilakukan BSI. Begitupun pada rencana jangka panjang BSI termasuk ekspansi global,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News