Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun lalu penyaluran kredit perbankan tercatat makin berisiko, ini ditandai dengan meningkatnya rasio kredit berisiko alias loan at risk yang berada di level 10%, lebih tinggi dibandingkan 2018 di kisaran 9%. Mengurangi risiko, tahun ini penyaluran kredit bakal dilakukan lebih selektif.
Asal tahu rasio kredit berisiko merupakan perbandingan antara kredit di kolektabiltas 1 yang direstrukturisasi ditambah kredit kolektibilitas 2 hingga kolektibilitas 5 dengan total penyaluran kredit.
Baca Juga: Tak mau kalah dari fintech, bank menengah dan kecil mulai geluti kredit digital
“Dengan kondisi ekonomi global yang masih menantang, sektor perdagangan dan komoditas khususnya di segmen korporasi akan jadi akan lebih perhatikan,” kata Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Haru Koesmahargyo kepada Kontan.co.id, Senin (3/2).
Tahun lalu bank dengan aset terbesar di tanah air ini mencatat rasio LaR sebesar 9,78% dimana semua komponen LaR ikut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Haru bilang pemberat utamanya berasal dari sektor pengolahan dan tekstil. Adapun penyaluran kredit BRI tahun lalu sebesar Rp 859,55 triliun dengan pertumbuhan 7,6% (yoy).
Restrukturisasi kredit perseroan meningkat dari Rp 49,1 triliun pada 2018 menjadi Rp 51,9 triliun tahun lalu. Kredit di kolektibilitas 2 alias dalam perhatian khusus juga meningkat rasionya dari 3,65% menjadi 3,93%, sementara rasio non performing loan (NPL) melonjak dari 2,16% menjadi 2,62%.
Adapun tahun ini perseroan menargetkan penyaluran kredit berisikonya bisa ditekan di bawah 9%, sementara rasio kredit macetnya bisa berada di bawah 2,5%.
Baca Juga: Kontribusi laba anak usaha BNI dan Bank Mandiri tumbuh di tahun lalu
“Kami akan fokus menyalurkan kredit yang berkualitas baik dengan memperhatikan potensi bisnis di masing-masing wilayah, mengimplementasikan deteksi dini untuk mengantisipasi kualitas kredit, serta meningkatkan collection,” sambung Haru.
Direktur Keuangan PT Bank Pebangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) Ferdian Satyanugraha juga menyatakan bakal lebih selektif menyalurkan kredit di sektor terkait komoditas maupun kredit impornya.
Meskipun tahun lalu, perseroan sejatinya dapat menekan rasio kredit berisikonya dari 5,74% pada 2018 menjadi 4,8% akhir tahun lalu. “Ekspansi kami akan lebih selektif, kami menghindari sektor komoditas, dan terbaru yang terkait ekspor-impor dengan Cina di sektor tekstil, dan batubara,” katanya kepada Kontan.co.id.
Menipisnya rasio kredit berisiko perseroan tahun lalu turut ditopang perbaikan kualitas kredit, dimana rasio kredit macet Bank Jatim terpangkas dari 3,75% pada 2018 menjadi 2,77% akhir tahun lalu. Sementara total penyaluran kredit perseroan tahun lalu mencapai Rp 38,35 triliun dengan pertumbuhan 13,16% (yoy).
Baca Juga: Ada dugaan window dressing, BTN dipanggil DPR
“Tahun ini kami menargetkan LaR bisa di tekan di bawah 4,5%, sementara NPL bisa berada di level 2,68%,” sambung Ferdian.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah belum lama ini mengatakan masih tingginya rasio kredit berisiko perbankan tahun lalu lantaran banyak bank yang melakukan restrukturisasi terutama di sektor manufaktur.
“Tahun lalu kami pantau ada beberapa sektor industri yang melakukan restrukturisasi, seperti di manufaktur. Sementara tahun ini di beberapa sektor mungkin akan meningkat, walaupun sebenarnya masih mix, kami belum tahu arahnya kemana,” katanya.
Salah satu restrukturisasi kredit terbesar yang terjadi tahun lalu berasal dari PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Perusahaan baja pelat merah ini tercatat berhasil meyakinkan 10 krediturnya untuk merestrukturisasi utang senilai Rp US$ 2 miliar.
Baca Juga: OJK masih bahas aturan baru soal modal bank umum
PT Bank Central Asia, sebagai salah satu kreditur yang eksposur kreditnya senilai US$ 48,69 juta mengaku telah menyiapkan pencadangan hingga 57%. Meski demikian Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja bilang restrukturisasi ini tak meningkatkan resiko kredit perseroan.
“Sebelumnya eksposur kami sudah di kolektibilitas 3 (NPL), karena restrukturisasi kembali ke kolektabiltas 1 sehingga tidak akan mempengaruhi loan at risk,” katanya kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News