Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Perubahan tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending.
Dalam rancangan SEOJK tersebut, tertuang aturan batas atas pembiayaan untuk produktif sektor mikro dan ultra mikro maksimal Rp 50 juta dikenakan bunga 0,275% per hari, dengan tenor sampai 6 bulan. Selanjutnya, dikenakan bunga 0,1% untuk tenor di atas 6 bulan.
Mengenai hal itu, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai dalam jangka pendek, kebijakan tersebut berpotensi menggeser penyaluran pembiayaan sektor mikro dan ultra mikro ke pembiayaan konsumtif.
Menurutnya, bagi beberapa platform fintech lending, pembiayaan konsumtif bisa mencapai plafon lebih tinggi, jika dibandingkan pembiayaan untuk produktif sektor mikro dan ultra mikro. Begitu juga dengan ketentuan bunga, selisihnya tidak jauh antara pembiayaan konsumtif dan produktif sektor mikro dan ultra mikro.
"Meskipun demikian, kebijakan itu juga bisa digunakan untuk menata lebih baik industri fintech lending yang khusus menyalurkan ke sektor produktif, terutama ultra mikro dan mikro. Sebab, selama ini, tingkat gagal bayar di pembiayaan produktif lebih tinggi dibandingkan ke sektor konsumtif," ucapnya kepada Kontan, Senin (21/4).
Lebih lanjut, Nailul juga berpendapat pemberian batas maksimal tersebut bisa membuat platform fintech lending mengendalikan risiko dari gagal bayar yang tinggi di segmen ultra mikro dan mikro. Dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan tersebut tentu akan berdampak positif bagi pengelolaan risiko fintech lending ke sektor mikro dan ultra mikro. Dia bilang ujungnya, lender juga dibuat lebih tenang dengan adanya peraturan baru tersebut.
Meskipun demikian, Nailul menyampaikan OJK juga perlu waspada perpindahan risiko yang mungkin terjadi dari adanya tren perubahan atau switching pembiayaan produktif ke pembiayaan konsumtif. Oleh karena itu, dia mengatakan fintech lending dan OJK harus lebih ketat lagi dalam mengawasi pemberiaan pembiayaan sektor konsumtif yang bisa jadi digunakan untuk kegiataan produktif dengan risiko yang lebih tinggi.
"Oleh karena itu, credit scoring bisa menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pengendalian pembiayaan sektor mikro dan ultra mikro," kata Nailul.
Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyebut pembatasan pendanaan sebesar Rp 50 juta bagi usaha mikro dan ultra mikro bertujuan mendorong penyaluran pembiayaan untuk sektor produktif.
"Selain itu, bertujuan agar penyelenggara fintech lending masih dapat melakukan pengelolaan risiko yang efektif dalam mencegah potensi kredit bermasalah," ujarnya dalam jawaban tertulis RDK OJK, Kamis (17/4).
Dengan adanya aturan tersebut, Agusman berharap kualitas pembiayaan di industri fintech lending dapat terjaga dengan baik. (*)
Selanjutnya: Terobosan BPI Danantara Dorong Program Hilirisasi Tambang, Jadi Tumpuan
Menarik Dibaca: 8 Warna Cat Terbaru 2025 yang Bikin Rumah Modern Minimalis Makin Adem dan Elegan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News