Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan memperkuat Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dengan pendekatan berbasis kinerja dan berorientasi ke depan atau forward looking. Kebijakan ini diterapkan mulai 1 Desember 2025 dan akan memberikan insentif likuiditas maksimal 5,5%.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung menjelaskan, kebijakan ini bertujuan memperkuat transmisi penurunan suku bunga kebijakan ke sektor riil serta mendorong pertumbuhan kredit, khususnya pada sektor-sektor prioritas nasional.
Penguatan insentif KLM itu dirancang untuk mempercepat penyaluran kredit sekaligus mendorong penyesuaian suku bunga perbankan agar sejalan dengan penurunan BI Rate.
“Sejak BI Rate turun 150 basis poin (bps), bunga kredit di perbankan baru turun sekitar 15 bps atau hanya 10% dari penurunan suku bunga acuan. Melalui kebijakan KLM yang forward looking, BI ingin mendorong peningkatan penyaluran kredit dan sekaligus percepatan transmisi suku bunga,” papar Yuda, Rabu (22/10/2025).
Baca Juga: Penyaluran Kredit Perbankan Masih Tertahan, Hanya Tumbuh 7,7% pada September 2025
Sebelumnya, skema insentif KLM hanya memberikan diskon penempatan giro wajib minimum (GWM) maksimal 5% dari dana pihak ketiga (DPK) bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas yang ditetapkan BI. Insentif diberikan setelah bank menyalurkan kredit atau bersifat backward looking.
Sementara pada skema baru ini, BI akan memberikan insentif likuiditas maksimum sebesar 5% dari DPK bagi bank yang berkomitmen menyalurkan kredit ke sektor prioritas atau lending channel. Namun, Yuda menegaskan bahwa bank akan dikenaikan penaltı apabila komitmen tersebut tidak terealisasi.
Selain itu, BI juga menerapkan insentif melalui saluran suku bunga (interest rate channel). Bank yang lebih cepat menurunkan suku bunga kredit akan mendapatkan tambahan insentif likuiditas hingga 0,5% dari DPK. “Jadi, semakin cepat bank menurunkan suku bunga kreditnya, semakin besar insentif yang diterima,” ujar Yuda.
Besaran insentif yang diperoleh bank akan memperhitungkan faktor penyesuaian, yakni penambahan atau pengurangan besaran KLM berdasarkan kredit periode sebelumnya.
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Kredit, BI Luncurkan KLM Baru Berbasis Kinerja dan Komitmen Bank
Secara rinci, lending channel atau sektor prioritas yang berlaku dalam terdiri dari empat sektor utama. Pertama, sektor pertanian, industri dan hilirisasi. Insentif KLM di sektor ini paling tinggi 1,5%.
Kedua, sektor jasa yang termasuk industri kreatif di dalamnya. Insentif KLM paling tinggi di sektor ini sebesar 0,6% dari total DPK.
Ketiga, ada sektor konstruksi, real estate, dan perumahan yang mendapatkan insektif KLM maksimal 1,4%. Keempat, sektor sektor UMKM, koperasi, iklusi dan berkelanjutan yang memperoleh insentf maksimal 1,5%.
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI Aida Budiman menegaskan, penguatan transmisi kebijakan moneter menjadi kunci percepatan pertumbuhan kredit. Meskipun suku bunga kebijakan telah turun signifikan, penurunan suku bunga di perbankan masih lambat dimana bunga DPK baru turun 29% bps dan bunga kredit 15 bps.
Aida berharap kebijakan KLM forward looking dan insentif melalui interest rate channel itu bisa mempercepat transmisi kebijakan moneter ke sektor riil. Dengan langkah ini, dana menganggur (undisbursed loan) di bank yang masih tinggi, mencapai Rp 2.374,8 triliun atau 22,54% dari plafon kredit yang tersedia, dapat tersalurkan. “ Sehingga target pertumbuhan kredit di kisaran 8–11% tahun ini dapat tercapai,” pungkasnya.
Selanjutnya: Musim Rilis Laporan Keuangan Emiten Dimulai, Ini Sektor yang Berpotensi Meraup Cuan
Menarik Dibaca: Cek Tarif Iuran BPJS Kesehatan Terbaru dan Skema Pembayaran Agar Tetap Terjamin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News