Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Biaya dana atau cost of fund kerap kali jadi alasan perbankan enggan turunkan bunga kredit. Di mana, bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI rate saja sudah turun tiga kali sepanjang 2025.
Jika menilik data industri, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sejatinya sudah didominasi oleh instrumen-instrumen dana murah seperti giro dan tabungan. Artinya, bank juga sudah mulai mencari sumber-sumber dana murah yang mampu menekan biaya dana.
Per Juni 2025, DPK perbankan tumbuh sekitar 6,6% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 8.991 triliun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada giro sekitar 8,8% YoY dan tabungan sekitar 7,1% YoY.
Sementara itu, instrumen dana mahal seperti simpanan berjangka tumbuh lebih kecil yaitu 4,2% YoY. Nilainya pun hanya sekitar 35,95% dari total DPK.
Baca Juga: Ini Alasan DPK Perbankan Tembus Rp 8.991 Triliun per Juni 2026
Tren tersebut pun juga sudah mulai terjadi awal tahun 2025 ini. Di mana, Giro dan Tabungan tumbuh sekitar 6% YoY, sementara simpanan berjangka hanya tumbuh 3,4% YoY.
Meski demikian, beberapa bank tetap mengeluhkan biaya dana yang tinggi. Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan bilang biaya dana belum banyak turun meskipun sudah rajin menghimpun dana murah.
Dalam hal ini, Lani bilang kini rasio dana murah yang dimiliki CIMB Niaga sekitar 67% hingga 68%. Di mana, pada akhir tahun 2024 masih berada di level 66%.
“Namun memang overall market biaya dana masih tinggi karena likuiditas yang ketat,” ujar Lani.
Adapun, ia mengungkapkan ketika bank bisa memupuk dana murah lebih banyak tidak semerta-merta bisa menurunkan biaya dana. Dana murah seakan hanya untuk menjaga bank agar tidak memiliki biaya dana yang lebih mahal.
“Apabila lebih banyak deposito, maka biaya dana akan semakin mahal,” tambahnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan bilang pihaknya juga sudah berupaya mendongkrak dana murah untuk menekan biaya dana. Di mana, rasio dana murah Maybank Indonesia di semester I-2025 ada di level 56%. Sebagai perbandingan, pada akhir 2024 berada di level 52,8%.
Steffano bilang, hal tersebut sudah cukup membantu biaya dana yang mulai turun. Sebagai hasilnya, biaya dana dari simpanan Maybank Indonesia turun 10% hingga 11% sejak akhir tahun lalu.
Baca Juga: DPK Tumbuh Melesat 6,96% di Juni 2025, Ini Penyebabnya
“Kami menargetkan cost of deposit bisa turun 30 bps lagi,” ujarnya.
Dengan biaya dana yang sudah mulai turun tersebut, Steffano pun memastikan bunga kredit di Maybank bakal mulai diturunkan.
“Bunga kredit kita akan mulai adjust bertahap dari sekarang,” tambahnya.
Corporate Secretary Bank Mandiri M Ashidiq Iswara pun menekankan fokus utama bank adalah meningkatkan dana murah berbasis transaksional baik di segmen wholesale maupun ritel untuk menjaga biaya dana tetap efisien.
Pada Mei 2025, Bank Mandiri mencatatkan penghimpunan dana sebesar Rp 1.407 Triliun, atau tumbuh 8,54% YoY. Pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan dana murah yang mencapai 5,57% dengan komposisi sebesar 77,6%.
“Pertumbuhan dana murah yang solid turut menjaga cost of fund tetap berada di level optimal,” ujarnya.
Baca Juga: DPK Tumbuh Melesat pada Juni 2025, Ada Apa?
Pengamat perbankan Moch Amin Nurdin melihat jika tren tersebut terus berlanjut, maka bisa saja biaya dana turun dan berdampak pada penurunan bunga kredit.
Adapun, ia menjelaskan angka ideal untuk biaya dana bervariasi tergantung pada jenis lembaga keuangan dan kondisi pasar, tetapi umumnya dianggap baik jika berada di bawah 5%.
“Yang terpenting adalah bagaimana bank mengelola biaya dana ini dibandingkan dengan pesaingnya dan bagaimana dampaknya terhadap profitabilitas dan suku bunga kredit yang ditawarkan,” ujarnya.
Selanjutnya: Pemerintah Tegaskan Kesepakatan Dagang AS-Indonesia Tak Bahas Transfer Data Pribadi
Menarik Dibaca: Fitur Lifestyle Hadir di PLN Mobile, Perluas Layanan ke Ranah Hiburan dan Gaya Hidup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News