Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pelaku industri pembiayaan, khususnya segmen alat berat, sepertinya harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan. Soalnya, di tengah perlambatan pertumbuhan pembiayaan sejak awal tahun ini, rasio pembiayaan macet (non performing finance/NPF) lini usaha pembiayaan alat berat justru membengkak.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melansir, NPF pembiayaan alat berat berkisar 1,1% - 12% di atas NPF keseluruhan (termasuk pembiayaan konsumen dan anjak piutang) yang sebesar 1,4% pada Juli 2014. “Saat ini, NPF pembiayaan alat berat tembus 2,5% - 2,6%,” ujar Dumoly F Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Kamis (11/9).
Menurut Dumoly, pelaku usaha pembiayaan harus memberi perhatian lebih terhadap kondisi ini. Sebab, kondisi makro ekonomi yang menghantam industri pertambangan dan minyak dan gas bumi berdampak langsung terhadap kelangsungan bisnis pembiayaan alat berat.
Dikarenakan, perlambatan ini refleksi dari rencana ekspansi perusahaan di industri tambang dan migas, serta faktor lainnya seperti kenaikan suku bunga pinjaman dan pelemahan harga komoditi, Dumoly mengingatkan, jangan sampai rasio pembiayaannya malah membengkak.
“Tetapi, karena aktivitas usaha pembiayaan tidak hanya untuk alat berat, melainkan juga pembiayaan konsumen dan anjak piutang yang kontribusinya positif, sehingga total NPF industri pembiayaan per Juli 2014 masih di kisaran 1,4%,” terang dia.
Sekadar informasi, OJK menyebut, dari total penyaluran pembiayaan yang sebesar Rp 363,19 triliun per Juli 2014, sebanyak 75% di antaranya mengalir ke pembiayaan konsumen, roda empat maupun sepeda motor. Sedangkan sisanya mengalir ke pembiayaan alat berat dan anjak piutang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News