Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten ramai-ramai mengantongi fasilitas pinjaman di akhir tahun 2024. Sumber pendanaan itu mengalir deras dari beberapa bank.
Mayoritas fasilitas perbankan tersebut digunakan untuk pembiayaan modal kerja dan kegiatan operasional bagi emiten.
Misalnya, emiten milik konglomerat Low Tuck Kwong, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menarik pinjaman sebesar US$ 125 juta dari Bank Mega.
Pinjaman jumbo itu bakal dialokasikan digunakan untuk pembiayaan modal kerja dan kegiatan operasional bagi perusahaan dan anak usaha.
Baca Juga: Jelang Akhir Tahun, Transaksi Valas Perbankan Semakin Meningkat
PT TBS Energi Utama (TOBA) juga mendapatkan fasilitas kredit dari Asian Development Bank (ADB) dan PT Bank DBS Indonesia sebesar US$ 10 juta untuk pembiayaan anak usaha dengan fokus pengembangan usaha dalam sektor kendaraan listrik.
PT Soho Global Health Tbk (SOHO), serta entitas anak usaha PT Soho Industri Pharmasi dan PT Parit Padang Global juga mendapatkan fasilitas kredit sebanyak Rp 750 miliar dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Adapun tujuan penarikan kredit itu untuk penambahan modal kerja.
Baca Juga: Kredit Konsumsi Perbankan Masih Tumbuh Meski Daya Beli Masyarakat Melemah
Terakhir, emiten Grup Bakrie, PT Ancara Logistics Indonesia Tbk (ALII) telah mendapatkan fasilitas kredit investasi dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 342 miliar untuk penambahan modal anak usaha dengan agunan hipotik atas 31 unit kapal tongkang, 25 uni tugboat kayu dan 1 unit kapal floating.
Pendanaan Perbankan Lebih Menarik
Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy and Planning PT Kiwoom Sekuritas Indonesia mengungkapkan bahwa kebutuhan pendanaan untuk modal kerja dan operasional seringkali membutuhkan proses yang cepat dan fleksibel, sehingga emiten lebih memilih memanfaatkan fasilitas kredit perbankan.
Mayoritas emiten mengajukan fasilitas kredit dengan tenor pendek, kurang dari 12 bulan atau dalam bentuk demand loan.
Ia juga mencatat bahwa kebijakan bank sentral yang cenderung mempertahankan suku bunga dapat melemahkan kepercayaan investor, serta menimbulkan risiko rendahnya serapan dana di pasar.
Baca Juga: Kredit Korporasi Sejumlah Bank Tumbuh Dua Digit Seiring Kenaikan Kredit Macet
"Jika emiten memiliki kondisi tidak stabil maka fasilitas kredit dari bank dengan jaminan menjadi alternatif dibandingkan dari pasar modal yang cenderung investor akan lebih selektif," kata Audi kepada Kontan, Sabtu (21/12).
Secara prospek, pemanfaatan fasilitas kredit perbankan untuk modal kerja anak usaha dan operasional, yang didukung oleh kondisi keuangan induk yang sehat berpotensi meningkatkan produktivitas dan pendapatan perusahaan.
Sementara itu, Analis NH Korindo Sekuritas Ezaridho Ibnutama mengamini bahwa pendanaan melalui perbankan saat ini lebih menarik dibandingkan melalui pasar modal.
Hal ini disebabkan kondisi pasar modal yang sedang lesu, sehingga mendorong perusahaan untuk mencari fasilitas kredit dari perbankan.
Baca Juga: Penyaluran Kredit Multiguna Diproyeksikan Naik pada Momen Natal dan Tahun Baru 2025
"Dari sisi perusahaan mereka mau leverage profit meningkat di tahun depan," ujar Ezaridho kepada Kontan, Minggu (22/12).
Ezaridho menambahkan, untuk sektor batu bara, emiten seperti TOBA dan BYAN dinilai lebih menarik dari segi prospek ke depannya.
Audi merekomendasikan untuk trading buy saham BYAN dengan target harga Rp 22.000 per saham dan speculative buy saham TOBA di target harga RP 450 per saham.
Selanjutnya: Harga Pangan Terkini di DKI Jakarta: Cabai dan Minyak Goreng Naik, Minggu (22/12).
Menarik Dibaca: 4 Manfaat Minum Air Kelapa Hijau Rutin untuk Kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News