Reporter: Nadya Zahira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah pada awal tahun 2025 ini secara resmi mengesahkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sebelumnya 11% menjadi 12% untuk barang-barang dan juga jasa yang masuk dalam kategori mewah.
Kenaikan PPN 12% ini juga berdampak pada kendaraan-kendaraan yang dijual di pasar otomotif Indonesia. Meski begitu, terdapat beberapa spesifikasi khusus yang terdampak kenaikan PPN 12% tersebut.
Kebijakan itu termaktub di dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan Pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Baca Juga: Emiten Ritel Pasang Strategi Diversifikasi dan Rebranding, Cek Rekomendasi Sahamnya
Menanggapi hal ini, PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) mengatakan bahwa dengan adanya kebijakan tersebut cukup menantang bagi semua sektor industri, termasuk perusahaan pembiayaan atau multifinance.
Presiden Direktur CNAF, Ristiawan Suherman mengatakan pada 2025 ini, perekonomian global juga diprediksi masih bergejolak sehingga berdampak ke daya beli masyarakat yang belum pulih seutuhnya.
“Selain itu, perang geopolitik juga masih berlangsung, serta suku bunga Bank Indonesia (BI) yang masih tinggi memang menjadi tantangan bagi semua sektor industri tidak hanya industri pembiayaan semata,” kata Ristiawan kepada Kontan, Jumat (3/1).
Kendati begitu, Ristiawan menuturkan bahwa CNAF tetap optimistis tahun 2025 ini dapat dengan agresif menyalurkan pembiayaan baru, baik untuk kendaraan baru, bekas maupun refinancing.
Baca Juga: Permintaan Kendaraan Listrik Melonjak, MIND ID Perkuat Ekosistem Battery EV
Ristiawan menyebutkan, pada tahun 2025, CNAF menargetkan pertumbuhan penyaluran pembiayaan baru sebesar Rp 9,5 triliun. Angka ini naik 6% jika dibandingkan dengan target tahun 2024 yang sebesar Rp 9 Trilliun.
Lebih jauh lagi, dia mengungkapkan bahwa CNAF cukup optimistis memandang tahun 2025 untuk dapat tumbuh lebih baik lagi. Menurut dia, industri pembiayaan masih sangat bergantung pada otomotif dan saat ini pasar otomotif Indonesia tengah diramaikan oleh unit dan merek baru dengan harga yang kompetitif.
“Dengan opportunity yang ada, CNAF tentunya akan semakin gencar dalam memasarkan penyaluran pembiayaan baik untuk kendaraan baru, bekas ataupun pembiayaan refinancing,” imbuhnya.
Baca Juga: Penjualan Kendaraan Bermotor di Tahun 2025 Terancam Kebijakan Opsen Pajak
Tak hanya itu, Ristiawan menyebutkan bahwa CNAF akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan menerapkan metode risk based pricing, khususnya dalam menentukan suku bunga berdasarkan tingkat risiko nasabah.
“Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk menjaga kinerja agar tetap tumbuh positif dan berkelanjutan,” tandasnya.
Selanjutnya: Kementerian ESDM: Penerapan B40 Bakal Hemat Devisa Rp 147,5 Triliun
Menarik Dibaca: Cara Bijak Investasi di Pasar Saham, Ini Tips dari BNI Sekuritas!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News