Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah menetapkan bank jangkar sebagai penyangga likuiditas perbankan selama pandemi Covid-19 menuai kontra.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso bilang bank jangkar kelak bakal menampung hasil penjualan surat berharga negara (SBN) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk disalurkan kepada bank lain yang membutuhkan likuiditas.
Baca Juga: Ini kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi bank jangkar
“Saat ini masih kami bahas, bank jangkar ini sebenarnya adalah pemasok dalam pasar uang antar bank (PUAB). Yang jelas selama ini adalah Himbara (Himpunan Bank Negara), dan ada beberapa bank swasta,” kata Wimboh dalam konferensi pers daring bersama Komite Stablitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (11/5).
Sementara terkait penetapannya, Wimboh bilang KSSK bakal menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) dalam waktu dekat. Wimboh juga menambahkan likuiditas dari bank jangkar ini akan mengalir kepada bank-bank lain yang melaksanakan restrukturisasi kredit terimbas Covid-19.
Sumber Kontan sebelumnya menyebut setidaknya sudah ada tiga bank yang dipilih menjadi bank jangkar yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) untuk segmen UMKM, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) untuk debitur segmen perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), dan kredit komersial.
Baca Juga: Bankir: Persaingan bunga deposito antar bank sedang sengit
Mereka enggan mengonfirmasikan ini kepada Kontan.co.id. “PP dan petunjuk pelaksanaannya belum resmi, jangan komentar dulu sebelum pasti,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja kepada Kontan.co.id.
“Kami masih menunggu PP, dan petunjuk pelaksananya,” timpal Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar.
Ekonom Core Indonesia Piter Abdullah menilai aksi penetapan bank jangkar, terutama bagi bank Himbara ini sejatinya cukup riskan dan bakal menambah beban risiko. Jika kemudian dana yang disalurkan bermasalah, maka bank jangkar yang mesti bertanggung jawab.
Tak cuma dari ekonom, sejumlah bankir pun sejatinya kurang sepakat dengan rencana ini. Direktur Utama PT Bank Mayapda Tbk (MAYA) Hariyono Tjahrijadi misalnya, menyatakan rencaa ini bisa menimbulkan persaingan yang tidak sehat
Baca Juga: Meski bisnis tertekan, industri multifinance tak minta keringanan iuran OJK
“Akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Jika kemudian yang dipilih menjadi bank jangkar hanya bank baik, apa bank yang lain buruk, dikotomi seperti ini juga bisa menimbulkan salah persepsi di pasar,” ungkapnya.
Sementara Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) Parwati Surjaudaja menilai saat ini sejumlah stimulus likuiditas dari Bank Indonesia sejatinya sudah cukup bagi perbankan. Lagipula konsep bank jangkar ini sejatinya bakal sulit dilaksanakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News