Reporter: Ferry Saputra | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memperkirakan kinerja industri asuransi umum tahun ini sulit mencapai double digit. Ada banyak tantangan yang dihadapi di 2025.
Ketua Umum AAUI Budi Herawan menyampaikan pertumbuhan premi industri kemungkinan tak bisa mencapai double digit pada tahun ini karena adanya berbagai tantangan.
Salah satu tantangannya, yaitu penerapan regulasi seperti implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117, tertekannya aktivitas ekspor, potensi adanya pemutusan hubungan kerja, hingga berbagai tantangan lain.
"Berat, kalau hasilnya sama, itu saja sudah bagus. Mungkin di bawah dobel digit," ungkapnya saat ditemui sesuai konferensi pers AAUI di Jakarta Selatan, Rabu (5/3).
Ia lantas mengimbau agar perusahaan asuransi umum bisa mencari terobosan atau inovasi lain yang bisa mendongkrak pertumbuhan tahun ini. Menurutnya salah satu terobosan yang bisa dilakukan, yakni lewat pengembangan produk asuransi mikro.
Baca Juga: AAUI Catat Pendapatan Premi Industri Asuransi Umum Rp 112,86 Triliun pada 2024
Budi menyebut saat ini asosiasi tengah melakukan penjajakan dengan Kementerian Koperasi terkait dukungan untuk produk asuransi mikro.
"Kami sedang penjajakan, kira-kira industri asuransi umum bisa masuk yang mana, tetapi pastinya nanti UMKM. Pengrajin-pengrajin apa yang bisa kami kasih jaminan asuransi, di situ kami coba masuk," tuturnya.
Meski menjadi suatu inisiasi, Budi menilai kontribusi produk asuransi mikro juga sebenarnya tak begitu besar dampaknya untuk mendongkrak pendapatan premi industri. Sebab, tarif asuransi mikro yang hanya sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 250 ribu saja. Namun, dia menyebut industri asuransi umum akan mencoba menerapkan terlebih dahulu mengenai inisiasi tersebut.
Segendang sepenarian, perusahaan asuransi umum PT Great Eastern General Insurance Indonesia (GEGI) pun mengaminibahwa tantangan dalam perolehan premi asuransi umum pada 2025 akan makin berat. Marketing Director Great Eastern General Insurance Indonesia Linggawati Tok mengatakan hal itu dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi baik domestik dan global.
"Dari dalam negeri dihadapkan pada kenyataan makin banyak industri tutup dan pemutusan hubungan kerja karyawan, tentu hal itu akan makin menurunkan tingkat daya beli konsumen. Ditambah lagi tingkat inflasi dan penurunan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS," ucapnya kepada Kontan, Jumat (7/3).
Baca Juga: Great Eastern Catat Pendapatan Premi Asuransi Properti Rp 85 Miliar pada Januari 2025
Selain itu, Linggawati bilang persaingan antar perusahaan asuransi umum juga akan makin ketat karena kebutuhan perusahaan untuk memenuhi persyaratan ekuitas minimum pada 2026 dan 2028.
Kemudian tantangan berikutnya datang dari adanya peningkatan frekuensi risiko bencana alam dan perubahan iklim, seperti banjir dan gempa bumi, tentu dapat meningkatkan risiko klaim yang besar. Alhasil itu bisa berdampak pada stabilitas keuangan perusahaan.
Linggawati menyampaikan perubahan perilaku konsumen yang makin mengandalkan digitalisasi dan pengalaman yang lebih cepat dalam melakukan transaksi juga merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan dalam persaingan memperoleh premi.
Sebagai informasi, AAUI mencatat pendapatan premi industri asuransi umum pada 2024 sebesar Rp 112,86 triliun. Nilai itu tumbuh 8,7%, jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 103,87 triliun. Pendapatan premi industri asuransi umum pada 2024 ditopang oleh lini bisnis asuransi properti, kredit, dan kendaraan.
Adapun pembayaran klaim di industri asuransi umum pada 2024 mencapai Rp 49,9 triliun. Nilai itu meningkat 8,5%, jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 46,01 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News