kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dompet elektronik asing menyerbu Tanah Air


Kamis, 22 Agustus 2019 / 19:48 WIB
Dompet elektronik asing menyerbu Tanah Air
ILUSTRASI. Platform pembayaran dari China yaitu WeChat dan Alipay


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persaingan uang elektronik nasional makin ketat. Tak cuma para pelaku industri keuangan digital tanah air, kini pelaku asing juga akan ikut kompetisi dalam merebut pangsa pasar.

Ketatnya persaingan sejatinya wajar, sebab pasar uang elektronik nasional memang terakselerasi sedemikian cepat. Dari Januari 2019 hingga Juli 2019 nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp 69,04 triliun dengan volume transaksi sebanyak 2,73 miliar kali.

Baca Juga: Alto Halo dikabarkan akan membawa WhatsApp Pay ke Indonesia

Nilai transaksi tersebut tumbuh 184% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 24,25 triliun. Sedangkan volume transaksinya tumbuh 83,99% dibandingkan periode Januari 2018-Juli 2018 sebanyak 1,48 miliar kali.

Dengan pasar yang tumbuh secepat itu, wajar pelaku asing mulai melirik Indonesia. Tercatat, dua dompet elektronik asal Cina yaitu Alipay, dan WeChat Pay bahkan sudah menggelar operasinya di Indonesia dengan bekerjasama dengan PT Alto Halo Network Digital (ADHI), entitas anak lembaga switching PT Alto Network.

“Sebenarnya yang bekerja sama adalah induk kami, Alto Network. Namun saat itu belum ada regulasi soal uang elektronik yang memisahkan proses front end dan back end. Makanya setelah regulasinya terbit, AHDI didirikan pada Februari 2019 sebagai merchant agregator," jelas Direktur Alto Halo Budhi Widjajantho kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Begini penjelasan Bank Mandiri dan Bank Mandiri soal Whatsapp Pay

Alto Halo telah menjadi mitra resmi WeChat Pay sejak 2017, meski operasinya baru berlangsung pada Januari 2018. Sedangkan dengan Alipay, perseroan telah bekerjasama sejak November 2018 dan langsung memulai operasinya.

Hingga saat ini sudah ada 2.000 merchant di Bali, puluhan di Jakarta, Manado, dan Batam yang yang sudah bekerjasama dengan Alto Halo. Para merchant ini dapat menerima pembayaran melalui Alipay dan WeChat Pay.

Operasi Alipay dan WeChat Pay sejatinya kontroversial, sebab dua dompet elektronik berbasis kode respon cepat (QR Code) asing ini mesti bekerjasama dengan bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 untuk beroperasi di Indonesia. Sementara Alto Halo adalah merchant agregator.

Kerjasama dengan BUKU 4 dilakukan guna menjamin kepastian penyelesaian transaksi, sebab pelaku asing punya kewajiban untuk menempatkan dana floating minimum 30% di BUKU 4.

Baca Juga: WhatsApp Pay ingin masuk ke Indonesia, AFTECH: Pasar masih luas

Terkait hal ini, Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng bilang, mereka akan diberikan waktu untuk menyesuaikan ketentuan yang berlaku hingga Januari 2020 mendatang. Ini seiring dengan terbitnya Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk pembayaran.

“Semua transaksi pembayaran berbasis kode QR mesti memenuhi standar QRIS (QR COde Indonesia Standard) dimana kewajibannya akan mulai berlaku pada Januari 2020. Selama masa transisi, pelaku asing mesti meminta izin ke BI, dan memenuhi ketentuan bekerjasama dengan BUKU 4,” kata Sugeng kepada Kontan.co.id.

Sugeng menambahkan jika pada tenggatnya pelaku asing tadi belum memenuhi standar QRIS, maupun belum memperoleh izin Bank Indonesia, maka operasinya di Indonesia akan dinyatakan ilegal, dan akan ditertibkan.

Sejumlah BUKU 4 sendiri mengaku belum merampungkan kerjasamanya dengan Alipay dan WeChat Pay. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA, anggota indeks Kompas100) misalnya menargetkan kesepakatan kerja sama dengan mereka baru akan bisa rampung pada 2020. Sedangkan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA, anggota indeks Kompas100) kini tengah menunggu izin Bank Indonesia terkait kerjasamanya.

“Kami sedang menjajaki teknisnya karena ini menyangkut pemberian otorisasi kepada turis untuk bertransaksi di Indonesia. Selain itu dari sisi legal juga mesti ada izin dari otoritas (Bank Indonesia),” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja.

“Administrasi dan dokumentasi sedang diproses oleh Bank Indonesia, seharusnya sebentar lagi izin bisa diterbitkan,” timpal Direktur Konsumer Bank CIMB Niaga Lani Darmawan.

Baca Juga: WhatsApp membidik bisnis pembayaran digital di Indonesia, ini komentar BI

Sementara selain Alipay dan WeChat Pay, adapula aplikasi pesan instan WhatsApp yang juga akan melakukan penetrasi ke industri keuangan digital nasional dengan fitur WhatsApp Pay.

Berbeda dengan Alipay, dan WeChat Pay, WhatsApp Pay akan berfungsi sebagai dompet elektronik saja tanpa menerbitkan uang elektronik mandiri. WhatsApp Pay akan mengandalkan uang elektronik dari pemain lokal, baik dari bank maupun perusahaan teknologi finansial (Tekfin).

Sumber Kontan.co.id bilang bahwa kelak WhatsApp Pay akan juga akan memberikan fitur transfer antar bank berbiaya murah, hanya Rp 500 per transaksi. Sejumlah dompet elektronik lokal juga dikabarkan tengah didekati entitas Facebook Inc ini guna menggelar kerja sama.

Si sumber juga menyatakan bahwa kelak WhatsApp Pay akan dibawa Alto Halo ke Indonesia. Namun, Budhi membantah hal ini. “Bukan (AHDI). Sepengetahuan saya mereka pakai pola seperti India, tapi di Indonesia lebih sederhana fiturnya," lanjut Budhi.

Baca Juga: Didekati WhatsApp untuk layanan pembayaran, ini komentar GoPay, DANA, dan OVO

WhatsApp Pay sendiri saat ini sudah digunakan di India setelah meluncurkan versi beta pada 2018. Saat ini WhatsApp tengah menunggu izin dari otoritas keuangan India untuk beroperasi secara resmi.

Tak mengancam Pemain Lokal
Masuknya tiga pelaku keuangan digital asing di Indonesia kelak akan menjadi tantangan serius bagi pelaku lokal. Sebab, secara global ketiganya memang punya penetrasi yang dalam.

Alipay misalnya sudah digunakan di 54 negara, WeChat Pay bahkan sudah dapat mentransaksikan 17 mata uang di 49 negara. nilai gabungan transaksi keduanya di luar Cina diperkirakan mencapai RMB 500 juta hingga RMB 600 juta per hari. Sementara keduanya masing-masing diperkirakan mencapai 1 miliar pengguna aktif per hari.

Baca Juga: Whatsapp Dekati Gojek dan Bank Mandiri Untuk Meluncurkan Mobile Payment

Sedangkan WhatsApp Pay, meski baru digunakan di India dan masih versi beta, sudah dipakai oleh 1 juta pengguna. Jumlah tersebut diprediksi akan makin meningkat karena WhatsApp sendiri telah menggandeng beberapa bank asal India misalnya ICICI Bank, Axis Bank, HDFC Bank, dan SBI.

Meski demikian beberapa pelaku lokal menilai kehadiran mereka tak akan mengancam. Sebaliknya, pelaku lokal justru terbuka untuk bekerja sama dengan pelaku asing tersebut.

“Alipay dan WeChat Pay sepemahaman saya hanya akan melayani turis asal Cina, bukan untuk WNI. Sedangkan WhatsApp Pay setahu saya juga akan bekerjasama dengan pemain lokal, meskipun belum ada izin baru Bank Indonesia,” kata Danu Wicaksana, CEO PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) pengelola LinkAja.

Danu menjelaskan buat LinkAja sendiri, kehadiran mereka tak jadi ancaman sebab LinkAja lebih fokus menggarap pasar kebutuhan seharihari (daily needs market).

Baca Juga: QRIS diharapkan dongkrak pendapatan bank

Seperti pembelian listrik, pulsa terutama transportasi publik dari kereta listrik hingga tol. Fokus pasar yang disasar LinkAja bahkan berbeda dengan pelaku lokal yang biasanya menyasar ritel.

Sedangkan Head of Corporate Communications GoPay Winny Triswandhani, dan Chief Communication Officer DANA Chrisma Albandjar saat dimintai pendapatnya oleh Kontan.co.id justru mengaku membuka lebar pintu kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pelaku asing guna mendukung percepatan terciptanya masyarakat non tunai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×