Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertimbangkan untuk mencabut relaksasi restrukturisasi kredit yang sejak 2015 diterapkan di perbankan. Ini mempertimbangkan proyeksi risiko kredit perbankan 2017 ini yang cukup terkendali.
Beberapa bankir mengaku jika relaksasi restrukturisasi dicabut pada Agustus 2017 akan menyebabkan waktu perbaikan kredit bermasalah yang lebih lama. Menurut, Parwati Surjaudaja, Direktur Utama Bank OCBC NISP, tidak diperpanjangnya aturan relaksasi restrukturisasi akan memberikan dampak pada lebih lamanya perbaikan kredit yang masuk ke NPL menjadi kolektabilitas lancar.
“Dampak tidak diperpanjangnya aturan restrukturisasi adalah memperlambat upgrade dari akun NPL menjadi lancar, hal ini karena perlu pembuktian lebih lama bagi perbaikan kredit,” ujar Parwati kepada KONTAN, Senin (3/4).
Asal tahu saja, relaksasi mengenai restrukturisasi kredit ini tertuang dalam POJK No 11/POJK/03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank Umum.
Dalam aturan ini disebutkan bahwa dalam melakukan restrukturisasi kredit, jika sebelumnya memperhitungkan tiga pilar, maka OJK untuk sementara hanya memberlakukan penggunaan satu pilar dari tiga pilar yang ada. Aturan ini akan berakhir pada Agustus 2017.
Untuk mengantisipasi tidak diperpajangnya relaksasi ini, menurut Parwati, bank akan melakukan antisipasi dini mengenai akun yang mempunyai potensi masalah. Selain itu bank akan terus mengintensifkan upaya penagihan.
Herry Sidharta, Wakil Direktur Utama BNI mengatakan bank juga akan mengupayakan jangan sampai ada kredit kolektabilitas 2 atau dalam perhatian khusus masuk ke kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
“Strateginya adalah konservatif dan proaktif, kami melakukan review berkala minimal setiap 3 bulan,” ujar Herry kepada KONTAN, Senin (3/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News