kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.487.000   17.000   0,69%
  • USD/IDR 16.736   31,00   0,19%
  • IDX 8.618   -59,15   -0,68%
  • KOMPAS100 1.184   -5,89   -0,50%
  • LQ45 852   -0,86   -0,10%
  • ISSI 307   -3,32   -1,07%
  • IDX30 439   1,78   0,41%
  • IDXHIDIV20 511   4,81   0,95%
  • IDX80 133   -0,51   -0,38%
  • IDXV30 138   -0,59   -0,43%
  • IDXQ30 140   1,06   0,76%

Jamkrida Sumbar Soroti Dampak Relaksasi KUR Pascabencana


Kamis, 18 Desember 2025 / 13:36 WIB
Jamkrida Sumbar Soroti Dampak Relaksasi KUR Pascabencana
ILUSTRASI. Desa Aek Garoga dipenuhi kayu pascabanjir bandang (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah memutuskan memberikan relaksasi kewajiban Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga tiga tahun sebagai bentuk perlindungan bagi pelaku usaha yang terdampak banjir besar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Menanggapi kebijakan tersebut, PT Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Sumatera Barat (Perseroda) atau Jamkrida Sumbar menjelaskan bahwa pada fase pertama relaksasi hingga Maret 2026, debitur KUR dibebaskan dari kewajiban membayar angsuran.

Baca Juga: Inilah 10 Unitlink Saham dengan Return Tertinggi pada November 2025

Dalam periode tersebut, bank penyalur tidak menerima angsuran dari debitur, sementara perusahaan penjaminan juga tidak menerima pengajuan klaim dari pihak bank.

Direktur Utama Jamkrida Sumbar Ibnu Fadhli mengatakan, bagi debitur KUR, hak penjaminan tetap melekat. Namun, perusahaan penjaminan tidak dapat memproses klaim dari bank selama fase pertama relaksasi berlangsung.

“Artinya, penjaminan tetap berjalan, tetapi klaim dari bank tidak bisa diajukan sampai Maret 2026,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (18/12/2025).

Di sisi lain, Ibnu mengungkapkan bahwa dalam perjanjian kerja sama antara perusahaan penjamin dan bank, terdapat klausul risiko yang tidak dijamin, salah satunya force majeure akibat bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan letusan gunung berapi yang secara langsung memengaruhi kemampuan debitur melunasi kewajiban.

“Dengan adanya klausul tersebut, secara prinsip hak klaim dapat gugur. Namun, penerapannya tidak bisa serta-merta dilakukan karena risiko yang muncul bersifat masif dan perlu dibahas bersama antara penjamin dan bank,” jelasnya.

Baca Juga: Serangan Siber Sasar Multifinance, OJK Minta Lakukan Upaya Ini

Ibnu menambahkan, penundaan klaim tersebut berpotensi menekan arus kas perusahaan penjaminan dalam jangka pendek.

Meski demikian, dampaknya terhadap laba dinilai tidak signifikan karena kebijakan relaksasi bersifat sementara dan bertujuan mendukung pemulihan ekonomi daerah terdampak.

Ia juga mewaspadai potensi peningkatan klaim setelah fase pertama relaksasi berakhir, terutama dari kredit produktif sektor pertanian dan kredit perumahan.

Risiko jangka panjang dinilai muncul apabila debitur mengalami kerusakan usaha permanen akibat bencana sehingga tidak mampu bangkit kembali.

Untuk menyikapi kondisi tersebut, Jamkrida Sumbar akan melakukan sejumlah langkah mitigasi, antara lain pemetaan eksposur risiko klaim di wilayah terdampak bencana, khususnya pada penjaminan KUR dan kredit UMKM lainnya.

Baca Juga: Momen Libur Panjang Akhir Tahun Berpotensi Dongkrak Kinerja Industri Pergadaian

“Selain itu, kami juga memperkuat koordinasi dengan perbankan terkait penanganan klaim, serta menyampaikan perkembangan kepada para pemangku kepentingan dan OJK,” ungkap Ibnu.

Ia menambahkan, dampak bencana terhadap perekonomian lokal juga mendorong Jamkrida Sumbar untuk mengkaji kembali target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2026.

Berdasarkan data pemerintah, total penyaluran KUR di tiga provinsi terdampak mencapai Rp 43,95 triliun.

Sementara itu, Jamkrida Sumbar menjamin puluhan ribu UMKM di Sumatera Barat dengan nilai penjaminan mencapai Rp 11,30 triliun per November 2025.

Baca Juga: Allo Bank dan Bank Mega Danai Pabrik Plasma Darah Rp 3,7 T

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan kebijakan relaksasi KUR merupakan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto dan telah dibahas dalam Sidang Kabinet Paripurna.

OJK juga telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) untuk mendukung restrukturisasi KUR dengan masa relaksasi hingga tiga tahun.

Selain POJK, pemerintah akan menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) khusus untuk mengatur penanganan KUR di tiga provinsi tersebut.

Pada fase pertama relaksasi yang berlangsung hingga Maret 2026, debitur KUR tidak diwajibkan membayar angsuran, sementara bank penyalur serta lembaga penjamin dan asuransi tidak mengajukan klaim.

Memasuki fase kedua, relaksasi difokuskan pada debitur KUR eksisting. Debitur yang usahanya tidak dapat dilanjutkan akibat bencana berpeluang memperoleh relaksasi lanjutan hingga penghapusan kewajiban.

Baca Juga: Trade Finance DBS Indonesia Catat Aset di Atas Rp 9 Triliun hingga November 2025

Sementara debitur yang masih dapat beroperasi akan mendapatkan relaksasi berupa perpanjangan tenor atau penambahan plafon kredit.

Pemerintah juga menyiapkan subsidi bunga dan subsidi margin. Untuk debitur eksisting, subsidi bunga ditetapkan sebesar 0% pada 2026 dan 3% pada 2027.

Skema serupa berlaku bagi debitur KUR baru sebelum kembali ke tingkat bunga normal sebesar 6% pada tahun-tahun berikutnya.

Selanjutnya: Pasca Diakuisisi POSCO, SGRO Fokus Bantu Bisnis Hilir untuk Energi Hijau

Menarik Dibaca: Rekomendasi HP Harga Rp 1 Jutaan Bawa RAM 8GB yang Luas, Intip Informasinya di Sini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×