Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Non performing load (NPL) kredit perumahan rakyat (KPR) belakangan terus menunjukkan peningkatan. Hal ini ditengarai imbas peralihan ke suku bunga tetap ke suku bunga floating yang ditawarkan perbankan.
Merujuk data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) Bank Indonesia, NPL KPR per bulan Agustus 2025 berada di level 3,35%. Capaian ini naik dibandingkan Juli sebelumnya yang berada di level 3,26%.
Jika ditarik lebih jauh, tren peningkatan NPL KPR juga terjadi jika dibandingkan dengan tahun lalu. Per Agustus 2024, NPL KPR juga lebih rendah, berada di level 2,66%.
Sejumlah pengembang menyebut bahwa promo bunga fixed Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di tahun-tahun pertama dinilai kurang baik bagi debitur. Pasalnya, setelah satu atau beberapa tahun kemudian masuk ke bunga floating, cicilan KPR akan melonjak. Akibat lonjakan cicilan ini, sejumlah debitur bisa kesulitan membayar dan kemudian menyokong tumbuhnya kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL).
Baca Juga: Kredit Macet Rumah Tangga di Perbankan Belum Pulih, KPR Jadi yang Paling Tinggi
Advisor Banking & Finance Development Center Moch Amin Nurdin pun mengamini kondisi ini. Berdasarkan pengalamannya, cicilan KPR miliknya pada tahun pertama sebesar Rp 15 juta per bulan. Lantas, pada tahun kedua cicilan kemudian naik menjadi Rp 17 juta per bulan.
“Bagi saya itu aman. Nah, bagi mereka yang penghasilan UMR lebih sedikit bakalan repot, menjerit. Akhirnya kesulitan bayar dan ujung-ujungnya NPL,” ungkap Amin kepada Kontan, Kamis (9/10/2025).
Oleh karena ini, Amin menilai nasabah cenderung menyukai model KPR berakadkan syariah. Meski di awal bunga terlihat lebih tinggi, tetapi kemudian cicilan akan flat sampai lunas.
Sementara itu, dari sisi perbankan, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan menyebut pengaruh cicilan KPR dari promo fixed ke floating sebetulnya sudah diperhitungkan oleh bank saat melakukan proses kredit. Pertimbangan ini dilihat berdasarkan kemampuan bayar calon debitur ketika sudah waktunya masuk ke cicilan floating.
Ada pun kenaikan NPL KPR menurut Lani lebih disebabkan oleh faktor pertumbuhan balance KPR yang memang kecil serta daya beli melemah yang memengaruhi kemampuan bayar cicilan kredit.
“Jadi lebih kepada dua faktor di atas. Karena fixed to float kan sudah lama digunakan,” jelas Lani.
EVP Consumer Loan BCA, Welly Yandoko, menyampaikan jika seiring dengan tren kenaikan NPL di industri, berdasarkan laporan analyst meeting, KPR BCA juga mengalami kenaikan NPL menjadi 1,8% per Juni 2025, naik sebesar 0,5% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2024 lalu.
Menurut Welly, guna menghindari adanya risiko kredit macet, KPR BCA selalu memberikan informasi di depan kepada nasabah mengenai pemberlakuan bunga dan besaran angsuran yang harus dibayarkan, termasuk bila suku bunga fixed berakhir dan berubah ke suku bunga floating.
“Sehingga nasabah bisa mengantisipasi di awal bila terjadi perubahan besaran angsuran,” jelas Welly.
Selain itu, melihat kondisi suku bunga floating di KPR BCA yang masih stabil di angka 11%, dapat lebih memberikan gambaran bagi debitur KPR BCA untuk memperkirakan kenaikan cicilan yang disebabkan oleh perpindahan suku bunga fixed ke floating ini.
Dicatat Welly, pada beberapa tahun terakhir bunga fixed 3 tahun, bunga fixed 5 tahun, serta bunga fixed berjenjang, merupakan bunga yang paling banyak dipilih debitur.
Baca Juga: Ini Sektor yang Jadi Penyumbang NPL Tertinggi di Perbankan
Sementara itu, Corporate Secretary BTN Ramon Armando mengatakan bahwa di BTN cukup berbeda dengan bank-bank lain dalam menerapkan bunga floating KPR setelah periode bunga tetap (fixed) selesai.
Kata Ramon, kenaikan bunga saat menjadi floating setelah masa bunga fixed selesai di BTN tidak langsung melonjak.
Sebagai contoh, jika bunga fixed KPR saat ini sebesar 2,65% untuk masa 3 tahun, setelah periode tersebut berakhir, floating rate-nya dijaga kenaikannya secara bertahap (stager) setiap tahun sekitar 1,5% selama lima tahun.
“Sebab kami paham sekali bahwa ketika bunga floating melonjak, maka akan berdampak ke kolektibilitas atau kualitas kredit kami,” beber Ramon.
Kondisi NPL gross di BTN secara keseluruhan masih terjaga di level 3,3% hingga semester I-2025, dan Ramon menyampaikan jika NPL ini diharapkan akan terus menurun hingga akhir tahun 2025.
BTN belum lama ini telah menawarkan suku bunga promo KPR Non Subsidi sebesar 2,65% fixed selama 3 tahun dan periode promonya masih berjalan selama enam bulan ke depan.
“Hal ini kami lakukan seiring tren penurunan biaya dana serta adanya tambahan likuiditas melalui penempatan dana pemerintah sebesar Rp 25 triliun,” lanjut Ramon.
Ramon bilang jika umumnya program bunga promo seperti ini cukup diminati oleh pembeli rumah non subsidi karena rate-nya yang sangat rendah dan kesempatannya yang terbatas.
Baca Juga: Perbankan Digital Jaga Kualitas NPL di Tengah Tekanan Ekonomi
Terakhir, Direktur Pemasaran dan Usaha Syariah Bank BPD DIY, Raden Agus Trimurjanto, menyampaikan jika menurutnya penerapan multibunga dari fixed ke floating oleh bank merupakan daya tarik sehingga para debitur bersedia mengajukan kredit.
Namun, dia mencermati bahwa hubungan NPL dengan multibunga sebenarnya tidak berkorelasi secara langsung. Alih-alih itu, menurut Agus beberapa faktor yang memengaruhi NPL KPR yakni misal, dari sisi kapasitas tidak dipertimbangkannya kemampuan optimal dari kenaikan suku bunga saat analisa.
Lalu faktor kedua ialah sebagian besar debitur berpenghasilan tetap dan didominasi usia muda. “Dalam berkembangnya waktu, kebutuhan hidup meningkat seperti untuk pendidikan anak, kesehatan, dan lain-lain yang berdampak pada kemampuan membayar debitur turun,” jelas Agus.
Agus membeberkan bahwa NPL KPR di Bank BPD DIY per Agustus 2025 berada di level 6,25%.
Selanjutnya: Digugat Soal Pajak Pesangon dan Pensiun ke MK, Begini Respon Bos Pajak!
Menarik Dibaca: 6 Manfaat Kolagen untuk Rambut Sehat dan Kuat, Cari Tahu Yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News