Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Hingga pertengahan tahun 2025 ini upaya perbankan dalam menjaga profitabilitas untuk tetap stabil nyatanya masih penuh tantangan.
Kondisi ini juga tecermin dari rasio Net Interest Margin (NIM) bank-bank besar yang mayoritas masih mengalami tren penurunan.
Menilik data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per bulan Juni 2025, rasio NIM perbankan di level 4,48%. Angka ini masih tumbuh tipis dibanding catatan rasio NIM per Mei 2025 yang di level 4,45%.
Kendati begitu, bila ditelisik lebih jauh rasio NIM perbankan di Juni 2024 masih jauh lebih tinggi, berada di level 4,57%.
Baca Juga: Kredit Macet Masih Mengintai, Perbankan Perkuat Mitigasi Risiko
Jika ditelusuri lebih dalam, rasio NIM sejumlah bank-bank besar juga masih menunjukkan tren penurunan.
Sebut saja PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) yang menunjukkan penurunan rasio NIM paling dalam. Dalam laporan keuangan dicatat rasio NIM Bank Danamon di level 6,62% per Juni 2025. Padahal rasio NIM Juni tahun lalu masih di level 7,25%.
Menyusul PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) juga masih sama. Bank OCBC mencatatkan rasio NIM per Juni 2025 di level 4,01%. Ini juga masih mencatatkan penurunan dibandingkan catatan NIM per Juni 2025 yang di level 4,40%.
Senada juga PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI). Per Juni 2025, bank ini mengalami penurunan NIM, dengan rasio 6,58%. Padahal Juni tahun 2024 rasio NIM BRI lebih tinggi, berada di level 6,81%.
Baca Juga: Penyaluran Kredit Modal Kerja (KMK) Perbankan Masih Lesu di Semester I-2025
Hal sama juga terjadi pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Rasio NIM bank berlogo 46 ini juga masih mengalami tren penurunan hingga pertengahan tahun.
Dalam laporan keuangannya per Juni 2025, dicatat rasio NIM di level 3,8%. Padahal pada Juni tahun lalu, rasio NIM berada di angka 4,0%.
Senada pula PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga masih menunjukkan kinerja penurunan pada rasio NIM-nya. Pada Juni 2025, rasio NIM CIMB Niaga di level 3,96%. Menurun bila dibandingkan kinerja rasio NIM tahun lalu yang di level 4,21%.
Pun, penurunan rasio NIM juga terjadi PT Bank Permata Tbk (BNLI). Pada Juni tahun 2025 ini, rasio NIM Bank Permata berada di level 4,11%, padahal sebelumnya di Juni tahun lalu di level 4,34%.
Meskipun begitu, ada beberapa bank yang masih mencatatkan pertumbuhan pada rasio NIM-nya. Ambil contoh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Baca Juga: Penyaluran Portofolio Kredit Hijau Perbankan Mengalir Deras di Semester I-2025
Bank ini mencatatkan kinerja rasio NIM 5,8% di Juni 2025. Ini dicatat lebih tinggi dibandingkan rasio NIM kinerja Juni tahun lalu yang 5,7%.
Mengomentari kondisi ini, Pengamat Perbankan Moch Amin Nurdin menyampaikan jika sentimen tren penurunan rasio NIM ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama.
Pertama, bisa ditelisik dari bagaimana bank menjaga cost of fund (CoF) berbanding terbalik secara baik dengan Cost of Credit-nya (CoC).
Jika bank bisa menurunkan CoF-nya di tengah-tengah kondisi suku bunga acuan (BI-Rate) yang mana sudah dipangkas ini, maka senantiasa ini akan berpengaruh terhadap rasio NIM bank.
“Kalau bisa maintain dua-duanya ini, dengan kondisi sekarang ini yang BI rate sudah turun, nah bank harus bisa menurunkan juga nih cost of fund-nya. Karena ini dua hal pokok yang menjadi sumber bagus tidaknya NIM bank,” kata Amin kepada Kontan, Kamis (7/8/2025).
Baca Juga: Kredit Seret, Kepemilikan Surat Utang Jadi Alternatif Pendapatan Perbankan
Selain itu, bank juga perlu memperbaiki kualitas kreditnya. Menurut Amin, semakin baik kualitas kredit yang disalurkan oleh bank, maka senantiasa rasio NIM akan makin terjaga.
“Semakin baik kualitas kredit, otomatis kan ini akan menjadikan NIM-nya terjaga stabil. Bagaimana pun juga, NIM itu kan bagaimana bank bisa memanfaatkan portofolio yang ada untuk menjadikan labanya naik,” jelasnya lagi.
Hingga Juli, Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali sebanyak 25 bps per masing-masingnya. Saat ini, BI-Rate di level 5,25%.
Menurut Amin, pemangkasan BI Rate ini tak serta-merta langsung berdampak terhadap penurunan CoF bank. Dia memproyeksi paling cepat ini akan berdampak setelah tiga bulan sejak BI-Rate diturunkan.
“Dan buat saya, biasanya paling cepat tiga bulan sejak BI rate turun, baru bank bisa melakukan judgement terhadap tingkat suku bunga yang berlaku, baik itu di DPK maupun di kredit. Itu, jadi tiga sampai enam bulan lah paling lama ya bisa direview kemudian,” katanya.
Baca Juga: Kredit Perbankan di Semester-I 2025 Paling Banyak Mengalir ke Sektor Perdagangan
Dengan kondisi perekonomian yang belum menggeliat ini, dia pun memproyeksi rasio NIM masih berada di level yang stagnan hingga akhir tahun. Kalau pun naik, tidak akan tumbuh secara signifikan.
Oleh sebabnya, beberapa strategi bisa dilakukan oleh bank. Salah satunya ialah dengan tetap melakukan ekspansi kredit. Kemudian, melihat lebih dalam mengenai CoF, yang mana bank harus berani makin fokus dalam meningkatkan dana murah.
Dan terakhir, dalam memproses bisnisnya, bank harus lebih efisien dalam banyak hal. Bisa dengan makin menggenjot digitalisasi, misalnya.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan turut berkomentar soal ini. Dia menyebut, rasio NIM yang kian menurun ini disebabkan oleh CoF biaya DPK yang masih tinggi.
“Penyebab utama adalah cost of fund biaya DPK yang masih tinggi, walaupun secara month-on-month mulai kelihatan berangsur menurun dan juga kredit non ritel yang tumbuh lebih tinggi di paruh pertama tahun ini di mana yield atau loan rate lebih murah,” kata Lani kepada Kontan, Kamis (7/8).
Di tengah kondisi yang menantang ini, Lani mengatakan jika pihaknya menarget rasio NIM CIMB Niaga bisa terus berada di level stabil, yakni di kisaran 3,9% - 4,2% hingga akhir tahun.
Hal ini juga sejalan dengan komponen pendapatan lain seperti fee based income (pendapatan nonbunga) bank yang dicatatnya makin menunjukkan pertumbuhan yang baik.
Baca Juga: Pertumbuhan Kredit Perbankan Melambat di Juni 2025, Ini Kata OJK
“Guidance kami sampai akhir tahun NIM berkisar di 3,9% - 4,2%. Tidak berubah sejak kuartal lalu dengan harapan likuiditas di pasar bisa membaik di semester-II. Namun, kami juga melihat komponen lainnya dari pendapatan seperti fee income yang bertumbuh baik. Sehingga, fee to income ratio bisa mencapai lebih dari 30%” jelasnya.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, mengatakan jika mengenai rasio NIM bank ini menurutnya hanya merupakan salah satu komponen indikator profitabilitas, yang belum memperhitungkan pendapatan nonbunga, biaya operasional perusahaan, dan biaya pencadangan kredit.
Sehingga, dirinya melihat pergerakan rasio NIM ke depan akan sejalan dengan permintaan kredit, pergerakan suku bunga, dan kondisi likuiditas. Pada umumnya, kinerja perbankan akan sejalan dengan kondisi perekonomian.
Capaian positif rasio NIM BCA di Juni 2025 ini sejalan dengan perbaikan komposisi aset produktif yang disebabkan peningkatan volume kredit.
Baca Juga: OJK Atur Ketentuan Pembagian Risiko Kredit Industri Penjaminan, Ini Respons Perbankan
“Ada pun Cost of fund BCA relatif terjaga sehubungan dengan keunggulan perbankan transaksi yang dimiliki BCA,” kata Hera.
Ke depan, BCA terus berkomitmen bakal terus mendorong penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor secara pruden sekaligus mempertimbangkan prinsip-prinsip kehati-hatian.
Selanjutnya: Kinerja Charoen Pokphand (CPIN) Semester I Di Bawah Proyeksi Analis
Menarik Dibaca: 6 Rekomendasi Warna Lipstik yang Membuat Wajah Cerah Menurut MUA Internasional
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News