Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara mengenai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terkait Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Dalam amar putusan, MK menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD inkonstitusional bersyarat. Dengan demikian, diputuskan perusahaan asuransi atau penanggung tidak bisa membatalkan klaim secara sepihak.
Mengenai hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan OJK menghormati keputusan MK sepenuhnya.
"Jadi, kami merespons baik putusan itu," ujarnya saat ditemui usai acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025, Selasa (11/2).
Baca Juga: OJK: 17 UUS di Industri Perasuransian Bakal Lakukan Spin Off di Tahun 2025
Selanjutnya, Ogi menyampaikan OJK akan mengatur terkait perlindungan terhadap keseimbangan baik perlindungan dari konsumen dan industri asuransi. Dengan demikian, ada kepastian untuk perlindungan kepada mereka.
Ogi menambahkan OJK juga sudah membicarakan kepada Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) terkait penyesuaian polis dalam menyikapi putusan MK tersebut.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengatakan OJK telah bertemu dengan asosiasi perasuransian untuk mempersiapkan 3 upaya dalam menyikapi putusan MK. Pertama, dia bilang OJK mendorong agar dilakukan perbaikan ketentuan polis asuransi oleh perusahaan perasuransian. Terkait poin tersebut, Iwan merinci pihaknya melihat secara gambaran besar memang klausula pembatalan polis perlu diperbaiki.
"Oleh karena itu, kami mendorong supaya asosiasi menerapkan standarisasi ketentuan polis yang diperjelas dan disederhanakan. Sebab, industri sudah tidak bisa lagi menggunakan Pasal 251 KUHD itu sebagai dasar polis maksudnya," ungkapnya saat menghadiri suatu acara webinar, Kamis (30/1).
Selain itu, Iwan menerangkan, klausula pernyataan kesediaan pembatalan mesti jelas dan sederhana dimuat dalam polis, bahkan mungkin harus tercantum juga di dalam surat permintaan asuransi. Hal itu untuk memastikan bahwa masyarakat atau pemegang polis itu paham mengenai klausula pembatalan itu ada.
Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi, keputusan pembatalan itu bisa disepakatkan kedua belah pihak atau juga melalui pengadilan.
"Jadi, kami berharap kalau bisa dibawa lebih jelas terlebih dahulu di depan, maka kesepakatan tentu bisa dilakukan di depan juga," tuturnya.
Iwan menambahkan bahwa di asuransi jiwa standarisasi ketentuan polis memang sudah dilakukan. Dia bilang terdapat beberapa perusahaan asuransi umum yang sebelumnya memang tak menyatukan standarisasi ketentuan polis. Oleh karena itu, perlu distandarisasi semua.
Baca Juga: OJK Berikan 83 Sanksi Administratif di Sektor PPDP pada Januari 2025
Selain itu, polis reasuransi juga perlu disesuaikan, baik reasuransi dalam negeri maupun reasuransi luar negeri. Intinya, kesesuaian klausula-klausula pembatalan itu harus sama dari asuransi dan reasuransi. Dengan demikian, perusahaan perasuransian bisa memastikan bahwa ada alur yang jelas untuk pemegang polis.
Kedua, Iwan menekankan perusahaan perasuransian perlu memperbaiki proses klaim, salah satunya dengan dibuat standar dan jelas. Jika ada pemeriksaan kesehatan di awal, tidak boleh ada persyaratan kondisi lain di klaim. Dia bilang perusahaan perasuransian juga perlu memastikan proses klaim dan komunikasi itu memiliki standarisasi yang sama.
Ketiga, Iwan menerangkan perusahaan perasuransian juga mesti memperbaiki proses underwriting. Dia mengatakan proses underwriting harus dibuat secara jelas dan sesuai standar yang sama.
"Jadi, kami sangat berharap bahwa Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memastikan ada standarisasi proses dari sisi underwriting," ungkap Iwan.
Sebagai informasi, MK mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terkait Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh pemohon Maribati Duha, pada Jumat (3/1). Adapun permohonan itu terdaftar dengan nomor perkara 83/PUU-XXII/2024.
Baca Juga: BNPL Perbankan Tak Jadi Hambatan Bagi BNPL Perusahaan Pembiayaan, Ini Kata Pengamat
Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh pemohon merupakan inkonstitusional bersyarat. Dengan demikian, diputuskan perusahaan asuransi tidak bisa membatalkan klaim secara sepihak. Adapun pasal tersebut menjadi dasar yang diterapkan di industri asuransi selama ini atau dikenal dengan prinsip dasar Utmost Good Faith.
Selanjutnya: 50 Ucapan Hari Valentine 2025 yang Penuh Makna dan Lucu
Menarik Dibaca: IHSG Berpotensi Melemah Lagi Gara-gara Inflasi AS Naik di Atas Perkiraan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News