Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan premi asuransi umum dan reasuransi tampak melambat. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pendapatan premi asuransi umum dan reasuransi tercatat Rp 66,08 triliun hingga Mei 2025.
Nilai tersebut tumbuh 3,43% secara tahunan. Namun, bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, laju pertumbuhan premi yang tercatat sebesar 5,79% per April 2025 menunjukkan adanya perlambatan. Kendati demikian, rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) industri tercatat menurun dari 326,66% pada Mei 2024 menjadi 311,04% pada Mei 2025.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengungkapkan, kinerja tersebut mencerminkan kondisi industri yang resilien, meskipun pertumbuhannya lebih moderat dibandingkan capaian dua digit pada periode yang sama tahun lalu.
"Salah satu penyebab utama perlambatan ini adalah dampak dari kondisi perekonomian domestik yang tengah dalam fase penyesuaian," ujarnya kepada Kontan, Jumat (11/7).
Baca Juga: AAUI Sebut Penyebab Pendapatan Premi Reasuransi Terkontraksi 13,8% di Kuartal I-2025
Beberapa proyek strategis nasional seperti pembangunan 3 juta rumah, infrastruktur energi dan transportasi, hingga proyek Ibu Kota Negara (IKN), mengalami penjadwalan ulang atau perlambatan akibat perubahan prioritas anggaran dan konsolidasi fiskal.
Perlambatan tersebut berdampak langsung pada permintaan proteksi terhadap proyek konstruksi, pengangkutan barang, serta asuransi properti dan liability, yang selama ini menjadi pendorong utama premi asuransi umum. Serapan anggaran pembangunan infrastruktur pemerintah hingga pertengahan tahun juga dilaporkan masih di bawah proyeksi.
Dari sisi internal industri, perusahaan asuransi tengah menyesuaikan operasional dengan sejumlah regulasi baru, seperti pemenuhan ekuitas minimum dalam POJK Nomor 23 Tahun 2023 serta implementasi PSAK 117. Penyesuaian ini mendorong perusahaan untuk bersikap lebih konservatif dalam ekspansi portofolio dan seleksi risiko (underwriting), guna menjaga kesehatan keuangan jangka panjang.
Baca Juga: AAUI Beberkan Penyebab Premi Asuransi Properti Terkontraksi 14,1% pada Kuartal I-2025
AAUI juga mencatat bahwa perubahan metode pencatatan cadangan teknis sesuai PSAK 117 turut mempengaruhi nilai ekuitas perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan antisipasi terhadap dampak kebijakan akuntansi tersebut.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan premi, AAUI mendorong perusahaan asuransi memperkuat kerja sama dengan reasuradur nasional guna meningkatkan kapasitas retensi risiko dalam negeri. Langkah ini juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada reasuransi luar negeri yang semakin selektif dan mahal.
"Selain itu, perusahaan juga perlu fokus pada pengembangan produk-produk yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan sektor riil saat ini," tuturnya.
Seperti salah satunya asuransi kebencanaan berbasis parametrik, asuransi siber, serta produk untuk segmen mikro dan UMKM. Penguatan teknologi digital dalam distribusi, layanan, dan pemrosesan klaim juga dinilai penting untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan.
Baca Juga: Banjir Jabodetabek Mengancam, AAUI Dorong Perlindungan Asuransi Bencana
Selanjutnya: Pendapatan Premi Asuransi Digital Bersama (YOII) Capai Rp 275 Miliar pada Mei 2025
Menarik Dibaca: Apakah Jurusan Bahasa Terancam Tergusur AI atau Tidak? Ini Sederat Faktanya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News